Madinah (ANTARA News) - Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Madinah Drs H Ahmad Kartono menegur majmuah (pengelola pemondokan) yang melanggar kesepakatan batas waktu keluar pemondokan yang merugikan jemaah haji Indonesia.

"Jumat (25/12) petang WAS, majmuah di sektor II Madinah mengeluarkan jemaah haji Indonesia asal kloter 42 JKS dari pemondokan sebelum waktu yang ditentukan," katanya di Madinah, Sabtu.

Menurut dia, majmuah meminta ketua rombongan jemaah haji kloter 42 JKS asal Indramayu, Jawa Barat itu untuk membawa seluruh jemaah keluar pemondokan pukul 17.00 WAS, padahal mereka seharusnya keluar dari pemondokan pukul 22.00 WAS.

"Ketua sektor II Slamet Agus Santoso dan ketua rombongan mengaku digertak majmuah akan dilaporkan kepada saya bila tidak segera mengeluarkan jemaah untuk masuk ke dalam bus dan berangkat ke bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz," katanya.

Ia mengatakan, pengeluaran secara paksa itu langsung diprotes jemaah haji dengan mengajukan keberatan ketua sektor untuk diteruskan kepada Kadaker Madinah, sehingga dirinya pun langsung mengecek ke lapangan.

"Saya ingatkan majmuah agar tidak melanggar kesepakatan yang ada, sebab akan berdampak kepada jemaah. Dampak yang paling dirasakan, jemaah akan terlalu lama menunggu di bandara, sehingga kesehatan jemaah dapat terganggu, terutama mereka yang usia lanjut dan risti (risiko tinggi)," katanya.

Selain itu, katanya, jemaah haji juga harus kehilangan waktu istirahat dan waktu makan malam di pemondokan.

"Proses pemberangkatan jemaah dari pemondokan hingga bandara telah dihitung waktunya hanya tiga jam, karena itu kalau dikeluarkan lima jam sebelum waktunya berarti jemaah akan menunggu delapan jam di bandara. Itu tidak bisa diterima," katanya.

Ia mengaku kenakalan majmuah itu sudah tampak sejak dimulai kegiatan pemulangan jemaah haji gelombang II melalui bandara Jeddah pada 24 Desember lalu.

"Pemondokannya akan disewakan kepada jemaah dari negara lain. Mereka mau untungnya sendiri. Itu `kan nggak betul, karena itu saya instruksikan kepada seluruh ketua sektor untuk melakukan pengawasan lebih ketat agar kasus serupa tak terulang," katanya.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008