Jakarta,  (ANTARA News) - Kementerian BUMN akan melanjutkan program privatisasi terhadap 30 BUMN pada tahun 2009 yang sebagian besar merupakan pengalihan dari tahun 2008.

"Tahun lalu (2008) karena kondisi pasar tidak memungkinkan, maka ada sejumlah BUMN restrukturisasinya "carry over (dialihkan) ke tahun depan," kata Deputi Menneg BUMN Bidang Privatisasi dan Restrukturisasi, M Yasin, usai "Excecutive Briefing: A Regional Perspective in The Economic Crisis", di Jakarta, Selasa. Jakarta, Selasa.

Yasin menjelaskan, seharusnya jumlah yang harus diprivatisasi pada 2009 mencapai 44 perusahaan, namun karena berbagai pertimbangan dan situasi ekonomi yang belum pasti maka kemungkinan hanya 30 perusahaan.

"Dari 30 perusahaan umumnya skema privatisasinya dilakukan melalui IPO (Initial Public Offering), kecuali perusahaan yang kepemilikan saham pemerintah di dalamnya hanya kecil atau minoritas," ujarnya.

Privatisasi melalui pola penjualan saham perdana ke publik (IPO) yang dijadwalkan dan telah mendapat persetujuan dari pemerintah dan DPR yaitu PT Krakatau Steel, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III, IV dan VII, Bank Tabungan Negara (BTN).

Namun IPO sulit terealisasi karena pasar modal dalam negeri terpuruk sehingga diharapkan dapat terlaksana pada 2009.

Menurut Yasin, jumlah saham BUMN yang ditawarkan ke pasar paling tinggi 30 persen dan disesuaikan dengan kondisi dan sektor BUMN yang bersangkutan.

"Sebelum dilepas ke pasar modal, terlebih dahulu ditawarkan kepada pemilik saham terlebih dahulu apakah akan menambah jumlah sahamnya atau tidak," ujarnya.

Ia pun memastikan bahwa dana hasil privatisasi baik melalui IPO atau pola lainnya hanya digunakan untuk restrukturisasi perusahaan itu, bukan untuk disetor ke APBN.

Selain PTPN, Krakatau Steel, dan BTN, sejumlah perusahaan yang sudah dibahas privatisasi melalui skema IPO namun tinggal persetujuan DPR yaitu Garuda Indonesia, Pembangunan Perumahan, Waskita Karya.

Sedangkan Adhi Karya pola privatisasi dengan menerbitkan saham baru (right issue), dan Bank BNI dengan melakukan pelepasan penjatahan saham lebih ("greenshoe").

Khusus "greenshoe" BNI, ujar Yasin, sudah mendapat persetujuan DPR tetapi belum ada Peraturan Pemerintah, sehingga belum terlaksana.

"Manajemen BNI meminta dipercepat, tetapi pasar tidak memungkinkan. Persiapan sih.... terus namun tetap menunggu pasar," tegasnya.(*)

 

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008