Jakarta (ANTARA News) - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat tahun 2008 sebagai periode realisasi investasi tertinggi selama 10 tahun terakhir. Sepanjang Januari-September 2008 realisasi investasi mencapai Rp139 triliun, naik 26 persen dibanding realisasi pada periode sama 2007 sebesar Rp109,74 triliun. Realisasi investasi sebagian besar disumbangkan kegiatan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp124,2 triliun, naik lebih dari 61 persen dibanding dari sebelumnya sekitar Rp77 triliun. Sedangkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) justru melorot 54,4 persen dari Rp32,8 triliun menjadi di bawah Rp15 triliun. Secara kasat mata bisa jadi membaiknya investasi pada tahun 2008 selain didukung fundamental ekonomi yang cukup kokoh, membaiknya iklim investasi juga dipengaruhi kondusifnya iklim politik di tanah air sehingga mampu bersaing merebut investor dibandingkan negara lain seperti Thailand. Merujuk pada data pencapaian realisasi investasi sembilan bulan pertama 2008, wajar Kepala BKPM Muhammad Lutfi mengklaim bahwa pertumbuhan investasi tahun 2008 mencapai target yang ditetapkan sebesar 15 persen. Bagaimana dengan tahun depan (2009), di mana ekonomi dibayang-bayangi krisis keuangan global? Lutfi pun memperkirakan pertumbuhan investasi pada 2009 hanya akan berkisar 10,7-11,2 persen. Meskipun menurun namun pertumbuhan masih di atas dua digit. Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani pada tahun 2009 merupakan ujian berat bagi investasi selain dampak krisis keuangan global mulai terasa pada kuartal II yang mengakibatkan investasi di sektor riil sedikit melambat. Tahun 2009 juga dapat disebut sebagai tahun politik terkait pesta demokrasi pemilihan legislatif pada April 2009, dan September 2009 pemilihan kepala negara yang selanjutnya penetapan susunan kabinet. Investasi asing langsung (Foreign Direct Investment) pun pada tahun 2009 bakal menurun, karena investor asing akan melihat perkembangan politik sebagai salah satu faktor resiko investasi yang akan ditanamkan di dalam negeri. "Pertumbuhan FDI akan tertahan karena investor asing akan melihat hasil Pemilu 2009. Investor juga melihat kepastian investasi bagi dunia usaha pada tahun depan," katanya. Investasi di sektor riil dalam jangka pendek sulit teralisasi. Kalaupun ada investasi hanya jangka panjang utamanya pada sektor berbasis sumber daya alam maupun infrastruktur, karena tingkat pengembalian investasi (return) tidak tergantung gejolak sesaat. Sama halnya pada investasi portofolio diperkirakan masih tertekan seiring sentimen negatif terpuruknya bursa saham dan nilai tukar mata uang dalam negeri dalam enam bulan terakhir tahun 2008. Dalam jangka panjang, investasi portofolio menjanjikan, namun jangka pendek sulit diharapkan karena investor masih ketakutan gejolak pasar ekuitas di pasar modal. Secara keseluruhan tahun 2009, investasi hanya akan digerakkan sektor infrastruktur dan pembangunan proyek-proyek yang didanai APBN. Investasi hanya bertumpu pada pembangunan infrastruktur 2009 termasuk "carry over" (pengalihan) proyek tahun 2008. Untuk itu ujarnya, agar sektor infrastruktur bisa maksimal dalam mendorong pertumbuhan investasi pemerintah harus bekerja keras terutama mencari solusi cepat mengatasi pembebasan lahan. Pembangunan infrastruktur sesuai jadwal memberi kepastian ekonomi suatu wilayah dapat bergerak yang pada akhirnya menambah lapangan pekerjaan sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Hambatan klasik Sejumlah kalangan tentu setuju bahwa iklim investasi di tanah air masih sarat dengan hambatan-hambatan yang klasik dari tahun ke tahun terus terjadi. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), MS Hidayat mengakui, salah satu yang yang menjadi kekhawatiran para investor itu adalah kepastian dan prediksi hukum di Tanah Air. Menurut dia, lebih dari 10.000 Peraturan Daerah (Perda) dari seluruh wilayah Indonesia bermasalah, tumpang tindih dengan peraturan yang telah ada, sehingga sering menghambat masuk dan berkembangnya investasi di daerah. Berdasarkan Komite Pemantauan Peraturan Otonomi Daerah (KPPOD) dari 6.000 Perda tersebut, sebanyak 1.000 Perda diajukan ke Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri untuk ditinjau atau dihapus. Hal yang sama diungkapkan Presiden Direktur Saratoga Kapital, Sandiaga Uno, bahwa setidaknya 700 Perda yang mendesak untuk diperbaiki, terkait masalah perijinan dan retribusi. Soal birokrasi panjang, berbelit dan cenderung memberatkan dunia usaha juga menjadi sorotan. Masih lekat dalam ingatan, saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa institusi di bawah Departemen Keuangan itu menemukan bukti konkrit betapa praktik korupsi, suap menyuap, sogok menyogok, dan memberi uang pelicin untuk mempermudah proses kepabeananan, sangat lekat. Praktik kotor dengan membudayakan mengutip "dana siluman", atau "pungutan liar" yang dilakukan oknum Bea Cukai itu, dipastikan merugikan hampir seluruh industri di Tanah Air. "Kerugian dunia usaha akibat pungli bisa mencapai puluhan triliun rupiah setiap tahun, antara lain karena penyelundupan, biaya siluman yang tidak terkendali," kata Wakil Ketua Umum Kadin Hariyadi B. Sukamdani. Menurut Kadin, kerugian dunia usaha akibat penyelundupan barang elektronika mencapai sekitar Rp11 triliun setiap tahun, sedangkan potensi kerugian pada industri tekstil mencapai sekitar Rp3 triliun. Tantangan 2009 Ketidakpastian ekonomi maupun politik pada tahun 2009 diperkirakan sebagaian kalangan akan berdampak langsung pada iklim investasi. Pasar investasi sesungguhnya menurut sejumlah kalangan masih sangat kompetitif. Sektor-sektor yang menarik untuk dimasuki masih cukup banyak. Menteri Perindustrian Fahmi Idris menyatakan, pemerintah optimistis investasi Indonesia tahun 2009 akan tetap tumbuh walau krisis ekonomi masih akan melanda tanah air. Pemerintah juga sudah menyiapkan berbagai kebijakan untuk mengantisipasi krisis ekonomi tersebut. "Pemerintah terus melakukan antisipasi secara serius dan bertahap untuk penyelesaian dampak krisis dengan melibatkan sektor swasta," ujarnya. Langkah penguatan struktur ekonomi terutama dengan memperkuat pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), mengembangkan industri padat karya dan yang berorientasi ekspor menjadi prioritas. Pada tahun depan, persaingan antar negara khususnya di kawasan ASEAN untuk menjaring investor asing akan semakin sengit. Faktor-faktor ekonomi menjadi mutlak dijadikan sebagai unggulan, seperti kesiapan bahan baku produksi, tenaga kerja, kesiapan pasokan energi, dan berbagai fasilitas bagi investor. Dibandingkan dengan negara industri baru seperti Vietnam, pemerintah harus mampu membangun perencanaan yang tepat untuk dapat mendatangkan investasi di tengah kebijakan liberalisasi investasi di Indonesia. Untuk mengatasi berbagai kemungkinan yang menghambat investasi, BKPM menyatakan siap memberikan fasilitas utamanya terhadap proyek investasi bernilai besar untuk mendorong percepatan realisasi investasi yang sudah disetujui. Menurut Wakil Kepala BKPM Yus`an, pihaknya siap memfasilitasi proyek-proyek penanaman modal yang mendapat kendala dalam penyelesaian perizinan pelaksanaannya di daerah. Sektor-sektor yang didorong realisasi investasinya antara lain proyek-proyek di sektor pertanian/ perkebunan, penyediaan infrastruktur dan energi seperti industri biofuel, penyulingan minyak dan pembangkit tenaga listrik. Selain itu, unit tersebut juga akan memfasilitasi penyelesaian perselisihan antara para pemegang saham dalam perusahaan, perselisihan perburuhan dan gugatan hukum yang dihadapi oleh perusahaan. Melihat perkembangan investasi di dalam negeri dari waktu ke waktu, tahapan investasi di Indonesia bisa dibagi tiga, yaitu saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid sebagai masa gonjang-ganjing pasca krisis ekonomi, saat kepemimpinan Megawati Soekarnoputri masa konsolidasi, dan era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai momentum kebangkitan investasi dan sedikit menurun sebagai dampak dari turunnya ekonomi global. Sejatinya tidak ada alasan bagi investor asing menghindar dari Indonesia selain karena pasar dalam negeri yang besar juga memiliki potensi yang luar biasa di masa datang. Terbukti, Jepang masih menempatkan Indonesia sebagai tujuan investasi terbesar setelah sejumlah negara seperti India dan China, Thailand, Malaysia. Secara keseluruhan situasi politik di Indonesia pada saat ini (2008) cukup bagus dibanding politik di negara lain. Prestasi dan pencapaian itu harus dipertahankan di tahun 2009, tidak ada gejolak politik sehingga minat investasi meningkat dan sentimen negatif dari krisis global dapat diatasi. (*)

Oleh Oleh Roike Sinaga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008