Yogyakarta (ANTARA News) - Imbauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada para pengusaha agar menurunkan harga terkait dengan kebijakan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai 15 Januari 2009 menjadi titik inti dalam kebijakan publik. "Imbauan itu menjadi titik inti dalam kebijakan publik untuk menilai kredibilitas pemerintah atas imbauannya," kata pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ahmad Ma`ruf SE MSi di Yogyakarta, Selasa. Ia mengatakan, secara alamiah seharusnya harga barang dan jasa turun secara signifikan, minimal 10 persen dari posisi harga saat ini, meskipun tidak bisa sesaat setelah harga BBM turun. Dalam hal ini, tidak ada alasan yang memadai bagi para pengusaha untuk bertahan pada harga sekarang. "Artinya, tidak ada imbauan dari pemerintah pun, sudah sewajarnya terjadi penurunan harga," kata Ahmad Ma`ruf yang juga Deputi Direktur Institute for Public Policy and Economic Studies (Inspect). Bagaimanapun, menurut dia, sentimen kenaikan harga BBM sering menjadi alasan klise untuk melonjakkan harga, meskipun produk tersebut untuk komponen BBM sangat minim. Oleh karena itu, akan sangat "fair" jika terjadi penurunan harga BBM yang kesekian kali, untuk segera diikuti dengan penurunan harga yang memadai. Kebijakan harga BBM sekarang sudah sangat menguntungkan pelaku industri, apalagi tarif dasar listrik (TDL) juga diturunkan. Ia mengatakan, pada pengumuman penurunan harga Senin (12/1) tampak ada "over action" dari penguasa. "Jika pengambil kebijakan sudah sepakat akan menyesuaikan kebijakan harga dikaitkan dengan harga pasar, tidak semestinya hal-hal yang sudah sewajarnya ini diumumkan langsung oleh presiden. Pengumuman itu cukup dilakukan oleh menteri saja," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009