Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia tengah mengambil langkah-langkah diplomatik menyangkut penanganan manusia perahu Rohingya, antara lain dengan mengintensifkan kerjasama dengan organisasi-organisasi internasional seperti organisasi internasional untuk migrasi (IOM), badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR) dan Palang Merah Internasional (ICRC).

Langkah-langkah diplomatik tersebut diumumkan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda di Gedung Deplu-Pejambon, Jakarta, Jumat.

"Pemerintah Indonesia konsisten melihat masalah ini sebagai masalah internasional yang penyelesaiannya musti melibatkan negara asal, negara transit dan negara tujuan," kata Menlu.

Langkah diplomatik juga dilakukan Indonesia dengan meminta negara-negara asal menghentikan arus keluar manusia perahu dari negara mereka.

Indonesia minta negara-negara asal untuk "menghentikan atau mengurangi alasan yang menyebabkan terjadinya arus pengungsi ke negara lain".

"Termasuk menghentikan pelanggaran hak asasi manusia, baik dalam bentuk perlakuan buruk terhadap kelompok minoritas Myanmar, perlakuan kasar berupa penganiayaan fisik ketika mereka transit, maupun dengan mendorong mereka ke laut," kata Hassan.

Menurut Menlu, perlakuan-perlakuan yang tidak manusiawi di negara-negara asal maupun negara transit terhadap para pengungsi Rohingya dipastikan akan membebani negara-negara tetangga sesama anggota ASEAN.

Ia mengingatkan, semua negara ASEAN --yang saat ini beranggotakan 10 negara-- terikat kepada Piagam ASEAN yang baru saja diberlakukan mulai tanggal 15 Desember 2008.

"Di dalamnya (Piagam ASEAN) termasuk untuk menghormati hak asasi manusia, kerjasama untuk tidak mengalihkan beban kepada sesama negara ASEAN lain. Seyogyanya kita bekerja sama mencari solusi," kata Menlu.

Hingga saat ini, Indonesia menampung 391 manusia perahu asal etnik Rohingya dan berdasarkan verifikasi yang dilakukan Deplu dan IOM, diketahui bahwa para manusia perahu tersebut berangkat dari tempat asal mereka di Bangladesh atau Myanmar.

"Mereka sempat singgah di pantai Myanmar dan berujung mendarat di Thailand. Mereka mengklaim berhari-hari menderita penganiayaan secara fisik; dinaikkan kembali ke perahu dan ditarik ke laut dengan mesin perahu mereka dicabut dan dibiarkan hanyut terbawa arus," ungkap Hassan.

Dalam upaya menangani manusia perahu secara komprehensif, Menlu Hassan juga mengungkapkan rencana Indonesia untuk memajukan jadwal penyelenggaraan "Bali Process", yaitu forum pertemuan tingkat menteri untuk membahas masalah penyelundupan manusia di kawasan.

Hassan sebelumnya mengungkapkan, selain gelombang manusia perahu asal etnik Rohingya, Kepolisian RI pekan lalu juga telah menangkap 40 orang manusia perahu asal Afghanistan di Sulawesi Tenggara yang sedang menuju Australia.

Bali Process --yang pembentukannya pada tahun 2002 diprakarsai oleh Indonesia dan Australia-- sebelumnya dijadwalkan akan berlangsung pada bulan Mei 2009 dan diundur menjadi Juni 2009.

"Namun dengan mempertimbangkan urgensi penanganan masalah ini sehubungan dengan gelombang manusia perahu asal Rohingya dan Afghanistan, kami sedang menjajaki pertemuan Bali Process tingkat menteri dilakukan lebih awal," kata Menlu.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009