Medan (ANTARA News) - Sebanyak 16 saksi dalam kasus unjukrasa anarkis pendukung Provinsi Tapanuli (Protap) yang menewaskan Ketua DPRD Sumut "dijemput" secara terpisah untuk memberikan keterangan di Mapoltabes Medan, Jumat.

Keterangan yang didapatkan di Satuan Reskrim Poltabes Medan menyebutkan dua saksi pertama yang dijemput adalah pengurus Serikat Pekerja Transportasi Indonesia (SPTI), SS dan DN, yang ikut serta dalam unjukrasa tersebut.

SS dan DN tiba di Mapoltabes Medan sekitar pukul 09.00 WIB dan hingga petang hari masih menjalani pemeriksaan di lantai dua gedung Sat Reskrim Poltabes Medan.

Sekitar pukul 14.00 WIB, petugas dari Mapoltabes Medan membawa dua mahasiswa Universitas Sisingamangara (US) XII, US dan AN, yang diperiksa karena keterlibatannya dalam "tragedi maut" itu.

Sementara itu, 12 mahasiswa lainnya dijemput dan dibawa ke Mapoltabes Medan sekitar pukul 15.30 WIB. "Hingga menjelang Magrib semua saksi itu masih diperiksa," katanya.

Pejabat kepolisian di Sumut, seperti Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Baharudin Djafar dan Kapoltabes Medan, Kombes Pol Aton Suhartono belum dapat dikonfirmasi mengenai hal itu.

Sebelumnya, pihak kepolisian telah menetapkan 13 tersangka itu dalam kasus tersebut, yakni Chandra Panggabean, Burhanudin Rajagukguk, Jon Handel Samosir, Datumira Simanjuntak, Viktor Siahaan, Parles Sianturi dan Gelmok Samosir, Ganda Hutasoit, Roy Frans Sagala, Arianto Sitorus, Nikel Tindo Johanes, Dedi Lumbatungkap dan Rudolf Marpaung.

Seribuan massa pendukung Protap berunjukrasa di DPRD Sumut, Selasa (3/2), dan memasuki ruang sidang utama sambil membawa sebuah peti jenazah untuk menemui wakil rakyat yang sedang melakukan rapat paripurna.

Ketua DPRD Sumut, Aziz Angkat menskor rapat itu dan ia dibawa ke ruangan Fraksi Partai Golkar dan dicaci-maki, ditarik-tarik dan bahkan harus menerima perlakukan tidak pantas dari sejumlah pengunjuk rasa.

Diduga karena tidak kuat menahan serangan, Aziz Angkat yang juga Sekretaris DPD Partai Golkar Sumut itu terkapar dan kemudian dilarikan ke rumah sakit Gleni Internasional Medan, namun nyawanya tidak tertolong.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2009