Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Icshanudin Noorsy mengatakan pemerintah perlu membebaskan PT Pertamina (Persero) sebagai "sapi perahan" agar menjadi perusahaan minyak multinasional.

"Suka tidak suka kita punya masalah besar, kesalahan kita adalah menyamaratakan semua BUMN dan hanya menjadikan BUMN sebagai sapi perahan," kata Icshanudin Noorsy dalam dialog Polemik bertema Pertamina dalam Bisnis dan Politik di Jakarta, Sabtu.

Noorsy juga mengatakan pemerintah harus bisa melepaskan Pertamina dari mafia minyak di tanah air.

"Kalau mau membandingkan dengan Petronas, direktur Pertronas tidak berganti-ganti, mereka (dirut) tetap di sana dengan memegang prinsip yang sehat dengan entitas bisnis bukan politik," ujar dia.

Mantan Dirut Pertamina, Ari H Sumarno mengatakan, apabila pemerintah menerapkan kebijakan sama dengan yang diberikan pemerintah Malaysia kepada Petronas, maka prestasi Pertamina akan mampu melewati perusahaan minyak Malaysia tersebut.

"Perbedaan mendasar di Indonesia dan Malaysia adalah mereka tidak ada pasal 33 (dari UUD 45). Jadi pemerintah Malaysia menyerahkan semua aset dan sumber daya alam yang dimiliki ke Petronas, kecuali pajak dan deviden," ujar Ari.

Setiap perolehan dari kontrak produksi yang ditanda tangani perusahaan minyak asal negeri Jiran tersebut tidak perlu displit, tegas Ari. Jika pun harus dilakukan split, maka 60 persen menjadi hak Petronas.

"Ini yang membuat aset mereka sangat besar, delapan kali dari aset yang dimiliki Pertamina. Kalau tidak salah posisi aset mereka nomor delapan di seluruh dunia untuk minyak ini," kata mantan Dirut Pertamina tersebut.

Terkait dengan kalahnya aset yang dimiliki Pertamina dibanding Petronas, Ari mengatakan, hingga tahun 2001 Pertamina tidak pernah benar-benar merasakan keuntungan karena semua diberikan pada pemerintah.

"Semua keuntungan ya itu dilarikan ke baja (membangun Krakatau Steel) ke pupuk (membangun pabrik pupuk), dan lain-lainnya. Baru setelah 2001, Pertamina merasakan keuntungannya," ujar dia.

Sementara itu, analis geopolitik perminyakan, Dirgo Putro mengatakan, masa belajar Malaysia pada Pertamina berakhir dan saat ini Petronas justru unggul dengan aset delapan kali lipat dari perusahaan minyak nasional Indonesia.

Kebijakan pemerintah Malaysia terhadap perusahaan minyak nasionalnya konsisten, ujar Dirgo, dengan menjadikan Petronas sebagai perusahaan multinasional sekaligus nasional.

Pemerintah Malaysia tetap memegang saham terbesar di Petronas, dapat dikatakan 90 persen merupakan putusan politis dan 10 persen yang benar-benar murni bisnis minyak, ujar dia. (*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009