Surabaya (ANTARA News) - Penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) per 15 Januari 2008 diprediksi menyebabkan penurunan angka inflasi, sehingga hal itu akan menjadi pertimbangan Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) untuk kembali menurunkan suku bunga acuan, BI Rate.

"Tidak sekadar inflasi yang menjadi pertimbangan turunnya BI rate. Tetapi, juga tingkat suku bunga di negara-negara sekitar," kata Pemimpin Bank Indonesia (BI) Surabaya, Amril Arief, di Surabaya, Selasa.

Ia mengatakan, hal itu disebabkan bunga simpanan di dalam negeri harus dibuat lebih menarik dibandingkan bunga simpanan untuk bank di tingkat regional. Terutama, saat bank di Indonesia masih membutuhkan likuiditas.

"Idealnya, selisih tingkat bunga simpanan di Indonesia 6-7 persen lebih besar daripada perbankan negara lain seperti Singapura," katanya menyebutkan.

Jika bunga simpanan terlalu kecil, lanjut dia, akan menimbulkan banyak orang yang menjual rupiahnya untuk membeli dolar Amerika Serikat (AS) dan menyimpan uangnya di perbankan luar negeri.

"Artinya, BI rate saat ini sudah ideal, walau masih sangat dimungkinkan bisa turun lagi meskipun tidak banyak," katanya melanjutkan.

Ia menjelaskan, tingkat suku bunga tersebut tidak teralu mempengaruhi dunia usaha karena berdasar survei yang dilakukannya, bunga hanya merupakan salah satu komponen biaya kecil dalam operasional perusahaan, yakni sekitar 20 persen saja.

"Komponen terbesar adalah untuk bahan baku dan biaya upah pekerja yang mencapai 70 persen," katanya.

Selain itu, banyak pengusaha Jatim yang membiayai operasionalnya dengan modal pribadi atau bukan berasal dari pinjaman bank. Pasalnya, ketika harga bahan baku dan biaya upah masih tinggi kemungkinan sektor riil masih cukup berat untuk bisa tumbuh pada semester I/2009.

"Pertumbuhan sektor riil diprediksi terjadi setelah semester I/2009. Jika Pemilu berlangsung dengan aman dan lancar, peredaran uang di masyarakat akan semakin banyak," katanya menambahkan.

Menurut dia, jika hal itu terjadi, maka pasar dalam negeri akan kembali bergairah. Di lain pihak, pengaruh sentimen positif dari luar negeri saat Presiden Amerika Serikat (AS), Barrack Obama yang akan mengumumkan anggota kabinetnya ikut memiliki andil dalam meningkatnya gairah pasar dalam negeri. "Pada semester II/2009 sektor riil diperkirakan akan tumbuh 5,5 sampai 6 persen," katanya.

Ia menjelaskan, jika BI rate kembali turun, suku bunga kredit perbankan juga akan turun. Tetapi, penurunan itu biasanya terjadi dalam waktu sekitar 3 bulan.

"Kini, suku bunga simpanan dan pinjaman bank umum belum mengalami penurunan. Bunga itu diperkirakan turun setelah turunnya suku bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang diikuti penurunan bunga simpanan deposito," katanya.

Suku bunga penjaminan LPS baru akan diumumkan dalam pekan ini. Kemungkinan akan turun lagi hingga 50 basis poin mengikuti penurunan BI Rate.

Kini, kata dia, bunga kredit belum bisa turun karena biaya untuk mendapatkan uang (cost of fund) juga masih tinggi.

"Tetapi, kami optimistis, tetap ada kemungkinan suku bunga simpanan dan kredit di beberapa perbankan besar tidak turun mengikuti penurunan suku bunga penjaminan LPS," jelasnya.

Hal ini terjadi lantaran dana nasabah berada di atas angin. Untuk itu, persaingan antarbank dalam mendapatkan dana nasabah sangat ketat.

"Bank pun ada kemungkinan untuk menuruti permintaan bunga tinggi untuk simpanan deposito dari nasabah karena sangat membutuhkan likuiditas, tanpa mengacu pada suku bunga penjaminan LPS," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2009