Surabaya (ANTARA News) - Kasus Majalah Tempo dengan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Aburizal Bakrie (Ical) terkait berita berjudul "Panas Digoyang Gempa Bumi" yang ditangani Dewan Pers dipastikan tuntas akhir bulan Maret 2009. "Kasus Tempo dengan Ical kami pastikan akan tuntas pada akhir bulan Maret mendatang," kata anggota Dewan Pers, Abdullah Alamudi, di Surabaya, Rabu malam. Menurut dia, Majalah Tempo sudah mengakui kesalahannya terkait berita yang dimuat majalah mingguan itu dalam edisi 17-23 November 2008. Demikian pula dengan Ical, telah menyadari segala kekurangannya. "Kami salut dengan itikad baik mereka untuk menyelesaikan masalah ini dengan damai sehingga tidak perlu lagi melalui jalur hukum," katanya saat ditemui usai menjadi pembicara dalam Lokakarya Peliputan Pemilu dan Pilpres Bagi Jurnalis. Oleh sebab itu dia meminta masyarakat menjadikan kasus itu sebagai pelajaran. "Sehingga kalau terjadi konflik dengan pers, tidak harus mendatangkan pengacara. Selesaikan secara damai. Ini sesuai keinginan kami," katanya. Dalam kasus tersebut, lanjut Abdullah, Majalah Tempo bersedia melakukan wawancara ulang dengan Ical. Bahkan majalah tersebut menyediakan empat halaman untuk berita tulis dan foto dalam wawancara ulang itu. Sedang Ical bersedia memberikan kesempatan kepada Tempo untuk mewawancarainya lagi guna meluruskan pemberitaan yang dimuat sebelumnya. "Hanya sampai sekarang wawancara itu belum bisa direalisasikan karena kesibukan Ical baik sebagai menteri maupun pengurus Partai Golkar," kata Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat Dewan Pers itu. Sebelumnya Ical mengadukan Majalah Tempo ke Dewan Pers pada tanggal 28 November 2008. Dia meminta Majalah Tempo mencabut berita berjudul "Panas Digoyang Gempa Bumi". Sementara itu dalam kesempatan tersebut, Abdullah menambahkan, saat ini media massa tidak bisa lepas dari keberpihakan, baik kepada pemilik modal, maupun kepentingan elite politik tertentu. "Akan tetapi, kami yakin pemilik modal dan elite politik tertentu masih memiliki rasa hormat terhadap Kode Etik Jurnalistik. Jarang sekali pemilik modal mencampuri urusan pemberitaan. Kalau pun ada, itu hanya dilakukan oleh beberapa orang yang ingin mendapatkan pujian dari pemilik modal maupun elite politik," katanya. Oleh karenanya, dia meminta para pekerja pers untuk patuh pada Kode Etik Jurnalistik untuk menghindari delik pers dalam setiap membuat karya jurnalistik.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009