Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang diajukan enam partai gurem.

Enam partai itu adalah Partai Hanura, PDP, PIS, Partai Buruh, PPRN, Partai Republikan, Partai Bulan Bintang (PBB) dan Capres independen Saurip Kadi.

Putusan majelis hakim konstitusi yang dipimpin Mohammad Mahfud MD itu dibacakan dalam sidang pembacaan putusan uji UU tersebut, di Gedung MK, Jakarta, Rabu.

"Mengadili menyatakan menolak permohonan pemohon satu, Saurip Kadi, pemohon dua, PBB, dan pemohon III, Partai Hanura, PDP, PIS, Partai Buruh, PPRN, dan Partai RepublikanN," kata Mahfud MD.

Majelis hakim juga menyatakan dalil-dalil yang diajukan pemohon tidak beralasan, dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam putusan itu, tiga majelis hakim menyatakan dissenting opinion (pendapat berbeda) yakni Maruarar Siahaan, Akil Muchtar, dan Abdul Mukhtie Fadjar.

Perkara tersebut dimohonkan oleh beberapa partai politik (parpol) peserta pemilu 2009, yakni, Partai Hanura, PDP, PIS, Partai Buruh, PPRN, dan Partai RepublikanN, serta Partai Bulan Bintang (PBB) dan Saurip Kadi yang telah mendeklarasikan diri menjadi calon presiden independen.

Pemohon mempermasalahkan ketentuan dalam Pasal 9 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres, hanya dapat diajukan oleh parpol atau gabungan parpol yang memperoleh kursi sedikitnya 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu legislatif.

Pasal 9 UU tersebut yang berbunyi, "Pasangan calon diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebelum pelaksanaan pilpres".

Menurut pemohon, ketentuan tersebut tidak sesuai dengan amanat UUD 1945, ketentuan tersebut juga dianggap telah menyebabkan hak para pemohon untuk memilih ataupun dipilih menjadi hilang, karena yang dimungkinkan untuk mengusulkan pasangan capres/cawapres hanyalah parpol atau gabungan parpol yang memenuhi persyaratan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR.

Para pemohon juga menganggap ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, sudah cukup sebagai syarat bagi pengajuan pasangan calon oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu tanpa adanya syarat perolehan suara atau kursi DPR.

PBB menganggap Pasal 3 ayat (5) UU Pilpres mengenai pelaksanaan secara terpisah pemilu anggota DPR, DPRD, dan DPD serta pilpres bertentangan dengan UUD 1945.

PBB menilai pelaksanaan pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945, dilaksanakan sekali setiap lima tahun, hingga pelaksanaan pemilu legislatif serta pilpres harus dilaksanakan secara serentak dan bersamaan. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009