Jakarta (ANTARA News) - Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Partai Bulan Bintang (PBB), mempertanyakan keabsahan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang (UU) Pilpres.

"Saya dari awal mempertanyakan keabsahan putusan MK," katanya seusai pembacaan putusan UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres, di Gedung MK, Jakarta, Rabu.

Dalam putusan itu, majelis hakim konstitusi menolak permohonan pengujian UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang diajukan enam partai gurem.

Keenam partai itu, yakni, Partai Hanura, PDP, PIS, Partai Buruh, PPRN, dan Partai RepublikanN. Serta Partai Bulan Bintang (PBB) dan Saurip Kadi, capres independen.

Yusril Ihza Mahendra mengatakan sesuai Pasal 28 UU MK menyebutkan sidang MK dilakukan oleh sembilan hakim konstitusi atau jika dalam keadaan darurat dilakukan oleh tujuh hakim konstitusi.

"Dalam dua putusan, sidang dilakukan oleh delapan hakim konstitusi, sedangkan di dalam UU MK sendiri tidak ada yang menyebutkan delapan hakim konstitusi kecuali tujuh dan sembilan hakim konstitusi," katanya.

Dikatakan, dirinya sudah mempertanyakan kepada ketua MK apa dasarnya melakukan sidang dengan delapan hakim konstitusi. "Jawabannya tidak memuaskan," katanya.

"Ini MK sudah dua kali melakukan putusan, dan melanggar Pasal 28 UU MK," katanya.

Dikatakan, MK berdalih nama Jimly Asshidiqie masih ada, namun yang jelas di dalam pasal itu tidak ada yang menyebutkan sidang dipimpin oleh delapan hakim konstitusi.

Sementara itu, terkait dengan putusan MK yang menolak pengajuan UU Pilpres, ia mengatakan, tidak ada korelasi dengan terpilihnya presiden dengan jumlah kursi partai di DPR.

"Tidak ada korelasi antara presiden terpilih dengan DPR," katanya.

Pemohon mempermasalahkan ketentuan dalam Pasal 9 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres, hanya dapat diajukan oleh parpol atau gabungan parpol yang memperoleh kursi sedikitnya 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu legislatif.

Sementara itu, pemohon uji UU Pilpres yang juga capres independen, Saurip Kadi, menyatakan, putusan MK itu menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat dikubur.

"MK dengan hasil seperti ini, telah mellakukan kejahatan hilangnya kedaulatan rakyat," katanya.

Dikatakan, sistem presidensiil sendiri jelas menyatakan kontrak antara rakyat dengan presiden terpilih. "Bukannya dengan DPR," katanya.

Sebelumnya dilaporkan, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang diajukan enam partai gurem.

Keenam partai itu, yakni, Partai Hanura, PDP, PIS, Partai Buruh, PPRN, dan Partai RepublikanN. Serta Partai Bulan Bintang (PBB) dan Saurip Kadi, capres independen.

Hal itu merupakan putusan majelis hakim konstitusi yang dipimpin Mohammad Mahfud MD, dalam sidang pembacaan putusan uji UU tersebut, di Gedung MK, Jakarta, Rabu.

"Mengadili menyatakan menolak permohonan pemohon satu, Saurip Kadi, pemohon dua, PBB, dan pemohon III, Partai Hanura, PDP, PIS, Partai Buruh, PPRN, dan Partai RepublikanN," kata Mahfud MD.

Majelis hakim juga menyatakan dalil-dalil yang diajukan pemohon tidak beralasan, dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam putusan itu, tiga majelis hakim menyatakan dissenting opinion (pendapat berbeda), yakni, Maruarar Siahaan, Akil Muchtar, dan Abdul Mukhtie Fadjar.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009