Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) mengecam Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan memberlakukan kembali Pasal 214 UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu yang telah dicabut MK sebelumnya.

"Saya sungguh menyayangkan ketika KPU mengaitkan putusan MK ini dengan masalah sumber hukum dan dasar hukum yang bagi ilmu hukum tidak ada relevansinya," kata Ketua MK, Mahfud MD, di Jakarta, Rabu.

Seperti diketahui, KPU akan segera mengeluarkan peraturan KPU tentang suara terbanyak sebagai tindak lanjut dari putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008, jika pemerintah tidak mengeluarkan perppu. Salah satu alternatifnya akan memberlakukan kembali Pasal 214 UU Pemilu yang telah dibatalkan MK.

Ketua MK mengatakan, menurut konstitusi, putusan MK bersifat final dan mengikat sebagai tafsir konstitusi.

"Putusan judicial review MK adalah putusan negative legislator yang kekuatannya sama dengan UU, tetapi dalam bentuk peniadaan UU atas isi UU. Ini tidak bisa dilanggar oleh lembaga negara manapun," katanya.

Ia mengatakan, jika alasannya putusan MK perlu perppu atau revisi UU lebih dahulu, maka baik berdasarkan teori, konstitusi, maupun yang berlaku selama ini maka alasan tersebut sama sekali tidak benar.

Putusan MK yang meniadakan isi UU tanpa menimbulkan kekosongan hukum, langsung berlaku secara self executing. "Yang perlu perppu atau revisi UU hanyalah yang menimbulkan kekosongan hukum untuk materi muatan UU, bukan yang menyangkut teknis pelaksanaannya," katanya.

Karena itu, KPU menyayangkan ketika KPU mengaitkan putusan MK, ini dengan masalah sumber hukum dan dasar hukum yang bagi ilmu hukum tidak ada relevansinya.

Pasalnya, kata dia, penjelasan KPU itu sama sekali tidak menjelaskan apa pengertian sumber hukum dan dasar hukum, apa hubungan keduanya, dan kapan sumber hukum sekaligus menjadi dasar hukum.

Ia mengingatkan jika KPU ceroboh dalam hal ini, ada konsekuensi politik dan konsekuensi pidananya. Konsekusensi politik bisa ditetapkan oleh DPR dan presiden.

"Sedangkan konsekuensi pidana menyangkut ancaman hukuman penjara sebagaimana diatur di dalam Pasal 309 ayat (3) dengan hukuman 12 sampai dengan 24 tahun yang didahului oleh Pasal 309 ayat (2) UU Nomor 10 tahun 2004 yang mewajibkan KPU menindaklanjuti semua pengadilan," katanya.

"MK tidak ingin ribut-ribut dalam keributan KPU, tetapi hanya ingin turut menyelamatkan pemilu. Semuanya terserah KPU saja," katanya.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009