Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menganggap penyelesaian ganti rugi korban luapan lumpur Lapindo sebesar Rp15 juta per bulan per berkas sudah yang terbaik, setelah PT. Minarak Lapindo Jaya menunggak dari komtmen Rp30 juta per bulan per berkas.

"Kami sudah melaksanakan pertemuan selama tiga hari dan ini skema terbaik yang dapat dicapai dengan pihak Lapindo," kata Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri di Jakarta, Senin, dalam pertemuan dengan warga Lapindo bersama Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto.

Bambang mengharapkan, semua pihak dapat menerima semua usulan yang disampaikan pemerintah dengan kepala dingin dan hati yang tulus karena merupakan solusi terbaik yang sudah dilaksanakan dengan pihak Lapindo.

Kapolri berjanji akan melakukan proses hukum apabila pihak Lapindo sampai ingkar dalam menjalankan kewajiban pembayaran ganti rugi sesuai skema yang disepakati dengan pemerintah.

Sementara itu, penanggung jawab PT.Minarak Lapindo Jawa, Nirwan Bakrie mengatakan, pemerintah sudah memberikan arahan, petunjuk, dan jalan keluar sehingga angka Rp15 juta per berkas per bulan dapat diterima.

"Untuk itu kami minta warga agar dapat membuka rekening tabungan di BRI untuk nantinya setiap bulan dana Rp15 juta per bulan sudah dapat diambil dari rekening masing-masing," ujarnya.

Terkait dengan rencana itu, PT.Minarak segera mengirimkan berkas data berkas korban Lapindo dari Mandiri ke BRI, sehingga warga pada hari Senin (23/2) sudah dapat membuka rekening setelah sebelumnya mengisi formulir, kata Nirwan.

Nanti ada sepuluh tenaga yang ditempatkan untuk melayani warga sehingga nantinya tinggal mengambil dana setiap bulannya cukup dengan memperlihatkan identitas, jelas Nirwan.

"Di luar mekanisme yang sudah disepakati pemerintah kami sudah tidak sanggup, kecuali apabila ekonomi membaik maka pelunasan dapat dipercepat," ujarnya.

Pertemuan dengan warga juga dihadiri Menteri SosialB Bachtiar Chamsyah, Kepala Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Soeharso, serta segenap manajemen Minarak Lapindo Jaya.

Sementara itu Menteri PU, Djoko Kirmanto mengatakan, pemerintah semula agak kaget dengan kemampuan Lapindo yang semula hanya Rp40 miliar per bulan atau hanya sekitar Rp3-4 juta per bulan per berkas.

"Kami kemudian minta kepada Lapindo untuk meningkatkan ganti rugi menjadi Rp15 juta per berkas per bulan setelah melalui pertemuan selama tiga hari berturut-turut," ujarnya.

Dalam pertemuan ini warga terpecah menjadi empat kelompok yakni Tim 16, Koalisi Korban Lapindo, Tim Relokasi, Gabungan Korban Lumpur Lapindo (GKLL) sesuai kepentingannya.

Seperti Rizal dari tim relokasi yang minta pemerintah dapat segera menolong masyarakat dengan menggunakan dana talangan terlebih dulu sehingga tidak menunggu waktu yang terlalu lama.

Terkait dengan pembangunan rumah GM PT.Minarak Lapindo Jaya Imam Agustino melaporkan, 370 unit rumah yang sudah siap ditempati, 250 unit sudah mencapai pembangunan 80 persen, serta 1500 lagi segera dibangun.

"Selasa (24/2) sudah ada pengumuman mengenai serah terima rumah kepada warga yang akan direlokasi," ujarnya yakin.

Sementara itu Khoirul Huda dari Gabungan Korban Lumpur Lapindo mengatakan, dapat menerima usulan pemerintah yang akan mengangsur Rp15 juta per berkas per bulan sesuai dengan kesehatan keuangan perusahaan.

"Kalau perusahaan sudah sehat dan iklim mendukung kalau perlu dapat dilaksanakan perlunasan. Kami sangat apresiasi dengan upaya pemerintah bersama Lapindo dalam mencari penyelesaian terbaik bagi warga," ujarnya.

Sementara Sumitro dari Tim 16 mengatakan, pihaknya tetap berpegang kepada Perpres 14 tahun 2007 sudah tiga tahun pihak Lapindo tidak juga melunasi kewajiban sehingga pihanya minta pemerintah segera mengambi alih.

Terkait keputusan itu pihaknya menyatakan untuk tidak menerima maupun menolak tetapi mengharapkan pemerintah dapat menyelesaikan secara tuntas untuk membuktikan adanya itikad yang baik.

Menteri PU mengatakan, pihaknya akan mengawal apa yang sudah dijanjikan Lapindo dihadapan warga agar nantinya dapat diselesaikan secara baik.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009