Tokyo (ANTARA News) - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI Ginandjar Kartasasmita cukup banyak "mempromosikan" keberhasilan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berbicara dalam forum ilmiah di Jepang, ketimbang memberikan analisa mendalam mengenai upaya-upaya Indonesia mengatasi krisis ekonomi global.

Hal itu mengemuka saat Ginandjar Kartasasmita menjadi pembicara kunci dalam kuliah terbuka di National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS), yang dihadiri sekitar 150 mahasiwa Jepang dan asing di Tokyo, Senin.

Ginandjar datang ke Jepang atas undangan pimpinan GRIPS Profesor Takashi Shiraishi, yang juga seorang Indonesianis. GRIPS sendiri merupakan perguruan tinggi sekaligus lembaga kajian yang didirikan oleh pemerintah Jepang.

Dalam makalah berjudul "The Tale of Two Crisis - Political Respons to Economic Crisis: Lesson from Indonesia", Ginandjar menyebutkan bahwa rakyat Indonesia masih lebih memilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketimbang kandidat lainnya yang ikut maju dalam pemiu 2009.

Ia pun mengutip salah satu hasil survesi sebuah lembaga kajian di Jakarta yang banyak mempromosikan Partai Demokrat. Mantan Menteri Koordinator Ekonomi dan Industri (Ekuin) itu juga menyebutkan bahwa ada dua kandidat utama yang akan bertarung dalam pemilu presiden pada Juli 2009, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri.

"Jika dibandingkan secara `head to head` di antara keduanya, Yudhoyono masih lebih unggul ketimbang Megawati hingga Desember 2008," kata Ginandajar lagi.

Keterangan soal Presiden dan partainya, Partai Demokrat, menyita 20 halaman slide dari 82 slide yang ditampilkan. Partai Demokrat digambarkan sebagai partai yang "serba hebat" mulai dari partai yang paling bersih dari praktek korupsi, paling mampu menyelesaikan persoalan nasional, program pemerintahannya paling menarik, hingga partai paling merespon aspirasi rakyat.

Sementara mantan presiden Megawati Soekarnoputri dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) digambarkan kalah populer. Begitu juga dengan kandidat presiden lainnya dan partai politik lainnya.

Penjelasan Gindanjar selebihnya mengenai sejarah perjalanan bangsa Indonesia mulai dari jaman Orde Lama, chaos di tahun 1965-1966 dan pergantian kepemimpinan ke rezim Orde Baru hingga ke rezim reformasi.

Gambaran situasi ekonomi juga dijelaskan mulai dari kebijakan pembangunan nasional yang bertumpu pada ekonomi, liberalisasi, hingga prediksi yang menjadikan Indonesia sebagai negara industri menengah. Namun krisis 1998 merontokkan semua prediksi tersebut.

Menyinggung soal kebijakan mengatasi krisis, Ginandjar mengatakan bahwa Indonesia sudah berada dalam jalur yang benar, dengan fundamental ekonomi yang cukup bertahan hingga enam bulan serta pertumbuhan ekonomi 2009 sebesar 4,5 persen.

"Angka ini memang kecil dibanding dengan negara berkembang lainnya tetapi tergolong bagus dibandingkan dengan negara-negara di dunia. Apalagi negara maju yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang minus,` kata Ginandjar.

Ia juga menyalahkan negara maju sebagai penyebab krisis ekonomi global saat ini, karena salah dalam menangani pasar keuangannya, sehingga menyeret negara-negara yang terkait erat ekonominya dengan negara-negara maju tersebut.

"Beruntung Indonesia belakangan ini tidak terlalu kuat berhubungan dagang dengan Eropa dan Amerika Serikat sehingga dampak yang diakibatkan krisis ekonomi global ini juga tidak terlalu besar,` katanya.

Lebih jauh pensiunan jenderal berbintang tiga itu juga menegaskan bahwa dalam situasi seperti sekarang Indonesia tidak bisa terlalu berharap bantuan dari negara maju, mengingat mereka sendiri sedang berjuang menyelamatkan ekonominya sendiri.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009