Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang diajukan delapan pemimpin redaksi (pemred) harian nasional.

Kedelapan pemred itu, yakni, Tarman Azzam (Harian Terbit), Kristanto Hartadi (Sinar Harapan), Sasongko Tedjo (Suara Merdeka), Ratna Susilowati (Rakyat Merdeka), Badiri Siahaan (Media Bangsa), Marthen Selamet Susanto (Koran Jakarta), Dedy Pristiwanto (Warta Kota), dan Ilham Bintang (Tabloid Cek & Ricek).

Hal itu diputuskan dalam sidang putusan Pengujian UU Pemilu yang dipimpin majelis hakim, Mohammad Mahfud MD, di Gedung MK, Jakarta, Selasa.

Pemohon menganggap Pasal 98 ayat (2), Pasal 98 ayat (3), Pasal 98 ayat (4), Pasal 99 ayat (1) dan Pasal 99 ayat (2) bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28F, Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2), Pasal 28J ayat (1), dan (2) UUD 1945.

Pasal itu berkaitan dengan kampanye melalui media massa dan penyiaran, dan di dalam Pasal 99 huruf f berisikan ancaman pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa jika media massa tidak memberikan kesempatan yang sama pada parpol dalam menayangkan kampanye.

Majelis hakim konstitusi berkesimpulan bahwa Pasal 98 ayat (2), (3), dan (4), serta Pasal 99 ayat (1) dan (2) UU Pemilu menyebabkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan, dan bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UUD 1945.

"Dalil-dalil para pemohon cukup beralasan," katanya.

Pasal 98 ayat (2) UU Pemilu berbunyi "Dalam hal terdapat bukti pelanggaran atas ketentuan dalam Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers menjatuhkan sanksi sebagaimana diatur dalam undang-undang ini".

Majelis mempertimbangkan dari rumusan itu yang menggunakan kata "atau" dapat menimbulkan tafsir bahwa lembaga yang dapat menjatuhkan sanksi bersifat alternatif, yaitu, Dewan Pers dan KPI, sehingga justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.

Lagi pula, kata mejelis hakim, dewan pers menurut UU 40 tahun 1999 tidak berwenang untuk menjatuhkan sanksi kepada pers, khususnya media cetak.

"Oleh karena itu, dalil para pemohon bahwa Pasal 98 ayat (2) UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, adalah cukup beralasan," katanya.

Pasal 99 ayat (2) UU pemilu berbunyi "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPI atau Dewan Pers bersama KPU".

Majelis hakim menyatakan karena semua dalil mengenai Pasal 98 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 99 ayat (1) UU Pemilu, cukup beralasan.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata majelis hakim konstitusi.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009