Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  Chandra M. Hamzah menegaskan seharusnya Kejaksaan Agung mempertimbangkan fakta persidangan kasus suap 660 ribu dolar AS terhadap jaksa Urip Tri Gunawan yang menyangkut mantan Jampidsus Kemas Yahya Rahman.

Chandra mengatakan hal itu di Jakarta, Rabu, terkait pengangkatan Kemas Yahya Rahman dan mantan Direktur Penyidikan pada Jampidsus, M. Salim dalam Satuan Khusus Supervisi dan Bimbingan Teknis Tuntutan Perkara Tindak Pidana Korupsi, Perikanan, dan Ekonomi (Cukai dan Kepabeanan).

Nama Kemas dan Salim sering disebut dalam dugaan suap sebesar 660 ribu dolar AS yang menjerat Urip dan pengusaha Artalyta Suryani. Dalam persidangan, Kemas dan Salim terbukti pernah mengadakan komunikasi dengan Artalyta.

KPK berhasil menyadap pembicaraan telepon antara Artalyta dan Kemas.

Dalam pembicaraan itu, Kemas memberitahukan perkembangan penanganan kasus obligor BLBI Sjamsul Nursalim. "Dengan bukti itu seharusnya kejaksaan bisa melakukan penilaian sendiri," kata Chandra.

Chandra berharap semua instansi penegak hukum harus bersikap apa adanya dalam melakukan pemberantasan korupsi. "Penegakan hukum tidak boleh main-main atau bersikap tricky," kata Chandra menambahkan.

Terkait dengan pengangkatan Kemas dalam tim penanganan korupsi, Chandra meminta Kejaksaan Agung bisa bersikap obyektif dan apa adanya dalam penegakan hukum. "Kejaksaan tahu lah apa yang dimaksud apa adanya," katanya.

Chandra juga mempertanyakan apakah tindakan Kemas yang menelpon Artalyta terkait penanganan kasus Sjamsul Nursalim merupakan perbuatan yang pantas dilakukan oleh seorang penyelenggara negara.

"Apakah pantas seorang pejabat melakukan hal seperti itu," kata Chandra.

Sementara itu, Ketua KPK Antasari Azhar akan mempertanyakan pengangkatan Kemas dan Salim dalam tim supervisi korupsi kepada Kejaksaan Agung.

Antasari akan menanyakan hal itu dalam rapat koordinasi antara KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri pada 3 Maret 2009. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009