Jakarta (ANTARA News) - Indonesia berpotensi merebut pasar produk elektronik China di Australia setelah implementasi perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan Australia dan Selandia Baru (AANZFTA) mulai Oktober 2009.

"Produk China banyak beredar di Australia. Kita berharap bisa mulai mengambil posisi karena pasti lebih murah impor dari kita dari pada dari China," kata Ketua Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Rachmat Gobel di Jakarta, Rabu.

Menurut Rachmat, pasar Australia memang tidak semenarik pasar domestik namun perluasan pasar ekspor tetap penting untuk mencapai komposisi 50 persen ekspor dan 50 persen pasar domestik bagi industri elektronik.

"Dari jumlah penduduk Australia, saya kira pasarnya belum semenarik pasar Indonesia yang besar, tapi kerjasama perdagangan bebas ini berguna untuk memperluas pasar ekspor kita," ujarnya.

Rachmat menjelaskan pencapaian komposisi 50 persen ekspor dan pasar domestik akan mengamankan industri elektronik dari kondisi apapun seperti krisis. "Ini untuk mendorong pertumbuhan industri elektronik dalam negeri," tuturnya.

Selain itu, standar kualitas produk yang beredar di Australia yang tinggi akan mendorong peningkatan kualitas produk elektronik Indonesia.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdag, Muchtar mengatakan, ekspor Indonesia ke Australia diproyeksi naik sebesar 5 persen setiap tahun hingga 2030 setelah implementasi perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan Australia dan Selandia Baru (AANZFTA) mulai Oktober 2009.

Ia menjelaskan hasil studi kelayakan terkait AANZFTA menyimpulkan proyeksi pertumbuhan ekspor 5 persen per tahun itu akan lebih signifikan jika implementasi AANZFTA segera dilakukan.

Ekspor nonmigas Indonesia 2007 ke Australia mencapai 1,9 miliar dolar AS dan tumbuh sekitar 15 persen sejak 2003. Ekspor TPT dan alas kaki Indonesia ke negara kangguru itu senilai 51 juta dolar AS per tahun. Nilai impor Indonesia mencapai 2,8 miliar dolar AS pada 2007.

Sedangkan ekspor nonmigas Indonesia ke Selandia Baru 2007 mencapai 259,9 juta dolar AS dan impornya sebesar 496,9 juta dolar AS. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009