Brisbane (ANTARA News) - Pertemuan pejabat tinggi (Senior Official Meeting) dari 42 negara anggota forum Bali Process berakhir di Brisbane, Rabu, dengan satu kesepakatan menyelenggarakan pertemuan tingkat menteri di Bali pada 14-15 April mendatang.

Ketua Delegasi RI, Dr. Desra Percaya, mengatakan kepada ANTARA, pertemuan tingkat menteri Bali Process tersebut akan membahas berbagai kesepakatan yang dicapai di tingkat SOM Brisbane, seperti memperkuat kembali mekanisme forum yang dibentuk tahun 2002 atas inisiatif bersama Indonesia dan Australia.

"Kita pun akan melakukan stalk taking terhadap tantangan yang ada saat ini dan kita akan menentukan bersama langkah ke depan bagaimana merespons tantangan yang ada," katanya.

Penyelenggaraan pertemuan tingkat menteri di Bali 14-15 April 2009 itu juga dimaksudkan untuk memperkuat komitmen bersama negara tujuan, transit dan tujuan untuk menggunakan mekanisme Bali Process dalam merespons aksi-aksi kejahatan penyelundupan manusia dan perdagangan orang, katanya.

"Kita juga mengakui relevansi Bali Process dan kontribusinya selama ini," katanya.

Dr. Desra Percaya menggarisbawahi "adanya keperluan untuk memperkuat mekanisme Bali Process dengan beberapa usulan yang akan diputuskan dalam pertemuan tingkat menteri untuk merespons persoalan-persoalan saat ini, termasuk masalah pengungsi Muslim Rohingya dan penyelundupan migran gelap asal Aghanistan.

Sejak dibentuk tahun 2002, Bali Process yang merupakan forum khusus bagi merespons aksi kejahatan penyelundupan manusia dan perdagangan orang itu terus aktif bekerja.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu dengan kemunculan tantangan-tantangan baru dan pergantian di tingkat menteri negara-negara anggota forum, pertemuan tingkat menteri dirasa perlu untuk kembali diadakan, katanya.

Mengenai isu pengungsi Rohingya melibatkan Myanmar sebagai negara asal, Thailand sebagai negara transit dan Indonesia sebagai negara yang mereka darati, Desra Precaya mengatakan, masalah tersebut sempat mengemuka dalam pertemuan di Brisbane.

"Thailand sendiri hadir dalam SOM di Brisbane. Setidaknya pada tingkat SOM kita sepakat bahwa ada beberapa cara untuk mengatasi (isu ini) apakah bilateral, ASEAN, dan lain sebagainya. Tapi setidaknya kita semua sepakat bahwa Bali Process adalah forum yang paling tepat," katanya.

Delegasi RI yang hadir dalam SOM Bali Process ini beranggotakan 11 orang pejabat antardepartemen, seperti Kementerian Negara Perberdayaan Perempuan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Luar Negeri. Mereka dibantu dua staf KBRI Canberra.

Dari pihak Australia, hadir Dubes negara itu untuk masalah penyelundupan manusia, Michael Potts.

Beberapa negara anggota "Bali Process" lainnya adalah Selandia Baru, Malaysia, Vietnam, Laos, Kamboja, Myanmar, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Thailand, Vanuatu, Bangladesh, India, Jepang, dan China.

Kasus-kasus penyelundupan manusia kembali merepotkan Australia sejak September 2008. Setidaknya ada tujuh kapal pengangkut pencari suaka asal Afghanistan dan Iran yang berhasil ditangkap maupun diselamatkan kapal-kapal patroli laut Australia tahun lalu.

Para pelaku aksi kejahatan trans-nasional ini antara lain menggunakan Indonesia sebagai negara transit sebelum menyeberangkan mereka dengan kapal-kapal ke perairan Australia.

Para pencari suaka dan awak kapal pengangkut mereka yang berhasil ditangkap pihak keamanan luat Australia dibawa ke Pulau Christmas, Australia Barat, untuk menjalani proses pemeriksaan.

Dari sedikitnya 162 orang pencari suaka yang ditangkap tahun 2008, sebanyak 36 orang di antaranya sudah diberi visa proteksi pemerintah Australia sesuai dengan Konvensi Pengungsi. Sebagian besar warga Afghanistan.

Pada 19 Januari 2009, satu lagi kapal pengangkut 20 orang pencari suaka ditangkap di perairan pantai utara Australia Barat. Semua awak dan penumpang kapal dibawa ke Pulau Christmas untuk menjalani pemeriksaan.

Konsulat RI di Perth mencatat setidaknya ada enam orang warga negara Indonesia yang diadili di Pengadilan Perth, Australia Barat, dalam kasus penyelundupan para migran gelap ini dengan kapal ke Australia.

Mereka adalah Abdul Hamid (35), Amos Ndolo (58), Manpombili, Sumarto (51), Abdul Daeng Siga (55), dan Ibrahim Ferdi (29).

Seperti disampaikan Menlu Nur Hassan Wirajuda dalam berbagai kesempatan, isu penyelundupan manusia bukan masalah bilateral Indonesia dan Australia sebagai negara transit dan negara tujuan para migran gelap melainkan masalah internasional yang melibatkan negara asal, negara transit dan negara tujuan.

"Bagaimana menyelesaikan masalah migran ilegal ini tetap berpulang pada negara asal mereka," kata Menlu Wirajuda di Sydney pekan lalu.

Indonesia pun kini menghadapi apa yang disebut Menlu Hassan Wirajuda "fenomena baru" menyusul kedatangan sekitar 400 orang warga Muslim Rohingya.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009