Jakarta (ANTARA News) - Negosiasi perundingan antara pemerintah dengan Xian Aircraft Industry Company Ltd (Xian) terkait pembelian 15 pesawat MA-60 oleh PT Merpati Nusantara Airlines (Merpati) masih menemui jalan buntu.

"Pemerintah sudah bertemu Xian pekan lalu, tapi tidak tercapai kesepakatan," kata Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu.

Perundingan kedua pihak terakhir dilakukan di Kantor Kementerian BUMN pekan lalu, dan akan dilanjutkan hingga tercapai kesepakatan baru.

"Pembicaraan lanjutan akan dilakukan pada tingkat korporasi (Merpati dan Xian) dan tingkat pemerintahan," katanya.

Kasus ini berawal dari rencana Merpati pada pertengahan 2006 membeli 15 unit pesawat dari Xian Aircraft, namun belakangan berpotensi dibatalkan karena diduga terjadi penggelembungan (mark up) harga, dan ketidakjelasan spesifikasi pesawat yang dipesan.

Kontrak kerja sama pengadaan dilakukan pada 7 Juni 2006. Dua dari 15 pesawat pesanan telah tiba di Jakarta pada 6 September 2006, tetapi hingga kini Merpati belum mengambil sisa 13 pesawat yang dipesan itu.

Harga pesawat yang ditawarkan senilai 15 juta dolar AS per unit dinilai terlalu mahal, dari harga normal pesawat sejenis yakni sekitar 11 juta dolar AS.

Informasi berkembang, China keberatan terkait rencana pembatalan itu dan menuntut ganti rugi hingga Rp1 triliun, serta ditengarai akan menunda keterlibatan perusahaan asal negeri panda itu membiayai proyek pembangunan pembangkit listrik PLN.

Sofyan Djalil tidak bersedia menjelaskan pokok pembahasan perundingan yang dimaksud.

Ia hanya menjelaskan, pemerintah Indonesia tetap berjuang bahwa perundingan itu dimaksudkan agar bisnis Merpati tetap berlangsung. "Jangan sampai Merpati malah jadi rugi," tegas Menteri.

Sementara itu Deputi Menneg BUMN Bidang Pertambangan, Industri Strategis, Energi, Telekomunikasi, Sahala Lumban Gaol mengatakan, pemerintah berupaya agar masalah ini tuntas pada tahun ini juga.

"Negosiasi perundingan tetap tergantung pada kebutuhan dan kemampuan keuangan Merpati," kata Sahala saat ditemui pada acara "BUMN Executive Club," di Wisma ANTARA.

Sementara itu Dirut Merpati, Bambang Bhakti ketika dikonfirmasi soal pengadaan 15 pesawat tersebut, menyatakan tidak tahu karena dirinya tidak terlibat dalam negosiasi.

Ia menjelaskan, berdasarkan kajian PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) --perusahaan yang melakukan restrukturisasi Merpati--, bahwa perseroan hanya sanggup membiayai delapan pesawat.

Ia mengakui, saat perjanjian pengadaan pesawat dibuat tiga tahun lalu Merpati butuh 15 pesawat berkapasitas masing-masing 50 tempat duduk, namun saat ini kondisinya berbeda, dan pengadaan pesawat harus disesuaikan dengan arus kas perusahaan. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009