Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menyatakan bahwa zakat tetap merupakan pengurang dalam penentuan besarnya penghasilan kena pajak (PKP) berdasar pasal 9 UU tentang Pajak Penghasilan (PPh) yang baru yaitu UU Nomor 36 tahun 2008.

"Pemerintah berpendapat bahwa dari rumusan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh tahun 2008, secara jelas dan terang benderang ditentukan bahwa zakat merupakan pengurang dalam menentukan besarnya PKP," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Menkeu menyatakan hal itu ketika mewakili pemerintah memberikan keterangan dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji UU PPh tahun 2008 di Gedung MK Jakarta, Kamis.

Menurut Menkeu, zakat tetap merupakan salah satu pengeluaran yang diperbolehkan untuk dikurangkan dalam menentukan besarnya PKP. Hal itu dapat dilihat dari frasa "Untuk menentukan besarnya PKP... tidak boleh dikurangkan:... kecuali ... zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah...".

Ia menyebutkan, ketentuan itu sesuai dengan ketentuan pasal 11 UU Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

Frasa "yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah", menurut Menkeu, dimaksudkan sebagai syarat untuk diakuinya zakat sebagai pengurang penghasilan yaitu hanya zakat yang benar-benar diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

"Selain itu, syarat tersebut juga merupakan alat kontrol bagi pemerintah dan WP terkait dengan kebenaran pembayaran zakat yang dilakukan WP tersebut," kata Menkeu dalam sidang yang dipimpin Ketua MK, Moh. Machfud MD.

Dalam kesempatan yang sama, pemerintah juga menolak pernyataan pemohon yang menyatakan bahwa penetapan besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dalam UU PPh tahun 2008 telah menambah beban kehidupan WNI sehingga terjadi ketidakadilan dan berpotensi menurunkan kualitas hidup generasi penerus bangsa.

Menanggapi pernyataan pemohon yang menyatakan bahwa besaran PTKP seharusnya didasarkan pada kebutuhan pokok minimum sebesar Rp60 juta per tahun, pemerintah menyatakan bahwa dengan kenaikan PTKP dari Rp13,2 juta per tahun menjadi Rp15,84 juta per tahun, telah terjadi kehilangan penerimaan pajak negara sebesar Rp11,8 triliun pada 2009.

"Berdasar hal tersebut, dapat dibayangkan apabila diterapkan PTKP sesuai pendapat pemohon, maka jumlah kehilangan penerimaan pajak negara akan jauh lebih besar," kata Menkeu.

Permohonan uji UU PPh tahun 2008 itu diajukan oleh pemohon perorangan WNI, Gustian Djuanda yang diterima MK dengan nomor perkara Nomor 1/PUU-VII/2009.

Pasal yang diajukan untuk diuji adalah pasal 7 ayat (1) dan pasal 9 ayat (1) huruf g, sementara norma UUD 1945 yang diajukan sebagai alat uji adalah Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 B ayat (1), dan Pasal 28 H ayat (1).

Pemohon mendalilkan bahwa dengan adanya pasal-pasal dimaksud dalam UU PPh 2008 menyebabkan beban hidup pemohon dan WNI lainnya semakin berat karena kecilnya fasilitas pengurangan pajak, yaitu karena dihapuskannya pajak sebagai pengurang pajak, besarnya penetapan PTKP tidak berdasar kebutuhan hidup minimum, PTKP untuk istri tidak bekerja lebih rendah dibanding PTKP istri bekerja, dan PTKP tanggungan dari PTKP WP lebih rendah dibanding PTKP tanggungannya.

Pemohon juga menilai adanya fasilitas pemberian tunjangan pajak kepada pegawai oleh pemberi kerja yang dibolehkan Dirjen Pajak seperti tercantum dalam formulir SPT 1721 merupakan sebuah ketidakadilan dalam pembebanan pajak yang dirasakan pegawai yang tidak mendapat fasilitas tunjangan pajak dari pemberi kerja.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009