Bangkok (ANTARA News) - PM Thailand Abhisit Vejjajiva menyerukan sektor swasta dan pemerintah di negara-negara ASEAN harus menggalang kerjasama lebih erat untuk meningkatkan perdagangan dan investasi, baik di dalam negeri maupun antarnegara dalam kawasan.

"Kolaborasi antara pemerintah dan swasta mutlak diperlakukan," ujarnya dalam pertemuan puncak bisnis ASEAN (ABS) di Bangkok, Jumat.

Mengingat negara-negara anggota ASEAN memiliki sumberdaya alam berbeda-beda, ada yang kaya dengan sumber daya energi, namun miskin dengan bahan pangan, begitu pula sebaliknya, sehingga PM Thailand menyerukan semua negara kawasan bisa saling melengkapi.

Tanpa menyebutkan angka, Abhisit memberikan contoh, AS, Uni Eropa dan Jepang semula adalah negara tujuan ekspor utama Thailand selama bertahun-tahun, namun sekarang ekspor Thailand ke negara-negara ASEAN menduduki tempat teratas.

Sementara kepada Bagkok Post, Jumat, Abhisit mengimbau para pemimpin negara-negara ASEAN untuk mengubur jauh-jauh praktik proteksionisme di negara masing-masing.

Menurut dia, proteksionisme yang sudah berlangsung sejak 60 tahun terakhir ini, baru disadari sekarang, hanya akan mengantarkan negara yang mempraktikkannya menuju ke dalam jurang.

Oleh sebab itu ia berharap agar ASEAN memberitahukan kepada bagian dunia lainnya bahwa praktik proteksionisme, baik berupa hambatan tarif maupun non-tarif, harus segera diakhiri.

"Jika tetap akan melakukan praktik proteksionisme, dampaknya akan dialami oleh negeri bersangkutan pada krisis berikutnya," kata Abhisit mengingatkan.

Bagi Thailand sendiri, pertemuan puncak ASEAN ke-14 yang diselenggarakan di Hua Hin, sekitar 200 Km dari Bangkok ke arah selatan, yang dibuka Jumat sore ini merupakan kesempatan bagi Thailand bahwa negara itu telah kembali normal setelah gunjang-ganjing politik berakhir.

Jumat dini hari para pengunjuk rasa yang berkemah sejak Selasa lalu telah meninggalkan kawasan Graha Negara (Government House) di Bangkok walaupun tuntutan mereka tidak dipenuhi oleh pemerintah.

Kelompok pendukung mantan PM Thaksin Sinawatra dari Front Persatuan Demokrasi Anti Kediktatoran (UDD) tersebut semula antara lain menuntut agar pemerintah mengadili tokoh-tokoh Aliansi Rakyat Pro-demokrasi (PAD) yang terlibat dalam aksi pendudukan Gedung Graha Negara dan dua bandara di Bangkok akhir tahun lalu.

Hanya di Atas Kertas

Sementara Menteri Perdagangan RI Marie Pangestu yang juga berbicara dalam pertemuan ABS tersebut mengakui bahwa ASEAN cukup baik dalam membuat komitmen dan kesepakatan di atas kertas, namun lamban saat sampai ke tingkat implementasinya.

"Hasil kongkritnya tidak ada," ujarnya seraya menambahkan untuk meningkatkan daya saing global, komunitas bisnis ASEAN harus mampu mengidentifikasi hambatan perdagangan dan investasi serta potensi bisnis yang dimilikinya.

Menanggapi pertanyaan, Marie juga mengakui bahwa di sana-sini masih banyak kekurangan untuk mengoptimalkan kegiatan pedagangan dan investasi antarnegara ASEAN, misalnya mengenai implementasi kebijakan kepabeanan satu pintu (single window) dan berbagai perundang-undangan lainya yang masih perlu diperbaiki.

Pembicara lainnya, Senior Eksekutif Wakil Presiden Thai Energi Tevin Vongvanich juga mengakui bahwa daya saing perusahaan Thailand kalah dengan rekannya, China dan India antara lain akibat lambannya integrasi ekonomi ASEAN.

Untuk itu ia mendesak pemerintah Negara-negara ASEAN memberikan arahan bisnis dan mengeluarkan peraturan yang akan dapat memacu proses integrasi perekonomian ASEAN.

Sementara Kepala Komisi Eropa untuk Urusan Perdagangan Asia Selatan, Korsel, dan ASEAN, Philippe Meyer menyarankan agar negara-negara ASEAN mengatasi masalah kesenjangan pembangunan diantara mereka melalui kerjasama antar negara di kawasan tersebut.

ABS yang berlangsung sejak Rabu lalu diikuti oleh sekitar 700 peserta terdiri dari tokoh-tokoh, pengamat dan pelaku ekonomi tidak saja dari negara-negara ASEAN , tetapi dari luar kawasan seperti dari negara-negara Eropah, AS dan Jepang.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009