Jakarta (ANTARA News) - Komisi Kebebasan Pers perlu dibentuk dan keberadaannya dicantumkan dalam konstitusi UUD 1945 hasil amandemen ke-5 yang sedang diperjuangkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Demikian kesimpulan dialog interaktif Perspektif Indonesia bertema "Amandemen UUD 1945 dan Kebebasan Pers" di Pressroom DPD Lantai 1 Komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat. Diskusi yang dipandu Chandra Sugarda, juga menghadirkan anggota DPD asal Sulawesi Tengah yang juga Sekretaris Kelompok DPD di MPR M Ichsan Loulembah, Instruktur Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) Jakarta dan Anggota Dewan Pers Abdullah Alamudi, Pemimpin Redaksi Suara Karya Ricky Rachmadi dan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) Imam Anshori Saleh, Ichsan mengemukakan, DPD mengusulkan pembentukan Komisi Kebebasan Pers dalam usul amandemen kelima UUD 1945. Naskah Usulan Amandemen Perubahan UUD 1945 dan keterangannya versi DPD mengatur pembentukan Komisi Kebebasan Pers sebagai komisi negara yang independen, di samping Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, dan Komnas HAM. Ichsan mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan media massa cetak dan lembaga penyiaran memiliki kebebasan dalam mengatur dan memuat penayangan iklan kampanye merupakan contoh sebuah UU yang bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspresi sebagaimana dijamin UUD 1945 dan UU No 30/1999 tentang Pers. "Ketakutan kita terjadi, betapa sebuah UU bisa bertabrakan dengan UU Pers," ujarnya. MK mengabulkan uji materi (judicial review) UU No 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD di Ruang Sidang Pleno MK pada Selasa (24/2). Amar Putusan MK untuk perkara nomor 32/PUU-VI/2008 menyatakan, Pasal 98 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) serta Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat lagi. Menurut Ichsan, putusan tersebut merupakan peringatan kepada insan dan institusi pers. Tidak hanya masyarakat yang bisa mengkriminalkan pers, penguasa juga bisa melakukannya. Jika tidak diatur dalam UUD 1945, kebebasan pers mungkin hilang bila penguasa menghendakinya. ?Sejarah kemerdekaan pers selalu pasang surut bersamaan dengan selesainya bulan madu dengan kekuasaan," katanya. Karena itu, kebebasan pers dalam UU Pers sebagai "legislative rights" harus dibarengi dengan "constitutional rights" dalam UUD 1945. Diperlukan perlindungan kebebasan pers yang tidak sebatas UU Pers tetapi UUD 1945. DPD menjadikan kebebasan pers menjadi komisi dalam sebuah bab tersendiri. "Outlet media massa hampir ditemukan di seluruh penjuru negeri ini, tapi harus dibarengi koridor yang jelas agar premanisme tidak mengotori pekerjaan yang mulia ini," kata Ichsan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009