Jakarta (ANTARA News) - Pengangkatan Kemas Yahya Rahman sebagai sebagai Koordinator Satuan Khusus Supervisi dan Bimbingan Teknis Tuntutan Perkara Tindak Pidana Korupsi, Perikanan dan Ekonomi (cukai dan kepabeanan) Kejaksaan Agung, tidak melalui mekanisme Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).

"Jabatan Kemas Yahya Rahman itu bukan kenaikan pangkat. Kalau naik pangkat atau jabatan baru, itu urusan Baperjakat," kata Wakil Jaksa Agung (Waja) yang juga menjabat sebagai Ketua Baperjakat Kejakgung, Muchtar Arifin, di Jakarta, Jumat.

Seperti diketahui, Kemas Yahya Rahman, mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) akhirnya dicopot sebagai koordinator satuan khusus tersebut, setelah banyak kecaman dari lembaga masyarakat karena dia terkait dengan kasus penyuapan Artalyta Suryani alias Ayin kepada Jaksa Urip Tri Gunawan.

Muchtar mengakui mekanisme pengangkatan Kemas Yahya Rahman serta M Salim (mantan Direktur Penyidikan pada Jampidsus), merupakan perintah langsung Jaksa Agung, Hendarman Supandji.

Dikatakannya, Kemas Yahya Rahman sudah tidak menjabat lagi sebagai staf ahli jaksa agung karena sudah memasuki jabatan fungsional.

"Pak Kemas sudah tidak lagi menjabat staf ahli karena dia sudah fungsional," katanya.

Sebelumnya dilaporkan bahwa Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan pengangkatan Kemas Yahya Rahman sebagai Koordinator Unit I dan M Salim sebagai Wakil Koordinator Unit I Satuan Khusus Supervisi dan Bimbingan Teknis Penuntutan Perkara Tindak Pidana Korupsi, Perikanan, dan Ekonomi, sudah tepat.

"Saya memberdayakan Kemas sesuai permintaan yang bersangkutan untuk bekerja," kata Hendarman seusai kuliah umum yang bertema Peningkatan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dalam Pelaksanaan Tugas Kejaksaan di Kampus Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jumat.

Hendarman mengatakan, kalau yang bersangkutan tidak bekerja karena dilarang Jaksa Agung, maka hal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 d UUD 1945 tentang Hak Asasi Manusia.

"Kalau yang bersangkutan tidak bekerja karena saya yang melarang bekerja, maka saya melanggar UUD 1945 Pasal 28 d tentang Hak Asasi Manusia. Makanya, saya kasih pekerjaan," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2009