Jakarta, (ANTARA News)- Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Rabu pagi merosot mendekati angka Rp12.200 per dolar AS, karena pelaku pasar merasa lebih nyaman memegang mata uang asing itu ketimbang rupiah.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turun menjadi Rp12.148/12.168 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp12.120/12.130 atau melemah 28 poin.

Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga di Jakarta, Rabu mengatakan, keterpurukan rupiah sampai saat ini dinilai masih dalam batas yang wajar, karena hampir semua mata uang regional merosot terhadap dolar.

Merosotnya rupiah karena pelaku pasar merasa lebih aman mempunyai dolar yang saat ini memang cenderung menguat, meski krisis keuangan di negaranya masih mengkhawatirkan, katanya.

Yang penting, lanjut dia, tekanan pasar masih dapat dikendalikan sehingga penurunan rupiah masih rasional, karena ketakutan pelaku pasar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Indonesia diperkirakan tidak mampu memperbaiki pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang terjadi di Korea Selatan, meski pemerintah telah menerbitkan berbagai obligasi di dalam maupun di luar negeri, katanya.

Menurut Edwin Sinaga, merosotnya rupiah, karena pelaku pasar melihat kinerja ekspor yang merosot, akibat impor lebih besar, muncul faktor ketakutan bahwa ekonomi Indonesia sulit tumbuh.

Adanya anggapan memiliki dolar lebih aman yang didukung seretnya pasokan dolar ke pasar global, ujarnya.

Karena itu, lanjut dia rupiah pada penutupan sore nanti diperkirakan akan terus melemah hingga mencapai angka Rp12.200 per dolar AS.

Meski terpuruk, tekanan negatif pasar terhadap rupiah masih dapat dikendalikan, sehingga koreksi yang terjadi dinilai masih wajar tidak irrasional.

Ia mengatakan, pelaku pasar cenderung mengindahkan adanya obligasi yang diterbitkan pemerintah mengalami kelebihan permintaan.

Karena obligasi yang dilakukan pemerintah hanya untuk menjaga permintaan dolar AS yang lebih besar lagi, pelaku ingin melihat apa yang diperbuat pemerintah terhadap kinerja ekonomi yang semakin tertekan itu, ucapnya.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009