Palu (ANTARA News) - Kota Palu dan sekitarnya pascagempa tektonik berkekuatan 5,7 pada Skala Richter yang melanda pada Senin(2/3), ternyata memunculkan lebih dari 100 kali gempa susulan.

Gempa susulan ini hanya sekitar tiga kali bersifat "off scale" (dirasakan oleh manusia), namun guncangannya tak melebih gempa utama sebelumnya.

Ketika memberikan pengetahuan seputar kegempaan kepada 35 siswa Sekolah Berbasis Internasional SMA Negeri 1 Palu, Kamis, Kepala Stasiun Geofisika Palu, Robert Owen Wahyu, mengatakan gempa yang terjadi pada Senin pekan lalu dan sempat membuat panik banyak penduduk Kota Palu dan Kabupaten Donggala, merupakan pengaruh dari pergerakan Patahan Palukoro.

"Patahan ini cukup aktif karena seringkali terjadi pergeseran pada lapisan kerak bumi dan kemudian memunculkan gempa," katanya.

Patahan Palukoro sendiri membentang cukup panjang yaitu dari Selat Makassar di bagian utara menuju selatan dan dekat dengan "leher" Pulau Sulawesi, kemudian memotong bagian tengah pulau ini hingga Teluk Tolo.

Pada kesempatan itu, Robert memberikan petuah-petuah penyelamatan dini kepada para siswa tersebut apabila muncul gempa kuat, antara lain segera berlari ke lapangan terbuka untuk menjauhi bangunan.

Namun apabila situasinya tidak memungkinkan (seperti berada di bangunan lantai atas), bisa memilih bersandar di balik tembok yang terasa kuat semisal di sekitar pintu yang memiliki slop baja atau tiarap di bawah meja yang kokoh.

Sedangkan, apabila sedang berkendaraan di jalanan raya segera berhenti, guna menghindari terjadinya tabrakan.

Dalam 82 tahun sejarah kegempaan di Sulawesi Tengah berhasil terekam enam kali gempa tektonik dahsyat akibat pergerakan Patahan Palukoro, yaitu pada 1 Desember 1927 dengan memunculkan tsunami di Selat Makassar dan Teluk Palu setinggi lima meter.

Menyusul gempa 30 Januari 1930 memunculkan tsunami dua meter di Pantai Barat Kabupaten Donggala dengan ketinggian lebih dua meter selama dua menit, serta gempa 20 Mei 1938 berkuatan 7,6 pada Skala Richter yang menggoyang seluruh Pulau Sulawesi dan sebagian Kalimantan.

Gempa pertengahan tahun 1938 ini memunculkan tsunami di Teluk Tomini serta menewaskan ratusan warga di Kabupaten Parigi-Moutong.

Berikut, gempa 14 Agustus 1968 berkekuatan 6,0 pada skala Richter. Gempa yang berpusat di Selat Makassar pada koordinat 0,7 Lintang Utara dan 199,8 Bujur Timur dengan kedalaman 23 kilometer ini memunculkan stunami lebih lima meter dan mengakibatkan lebih 500 orang tewas dan hilang di wilayah pantai barat Kabupaten Donggala.

Lainnya, gempa 1 Januari 1996 berkekuatan 7,4 pada Skala Richter.
Gempan yang berpusat di Selat Makassar ini mengakibatkan sembilan orang tewas serta belasan desa di pesisir pantai barat Donggala dan Tolitoli porak-poranda dihajar tsunami.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009