Paris (ANTARA News) - Dunia harus menerima hasil pemilihan umum Afghanistan pada Agustus sekalipun yang menang adalah Taliban, kata Menteri Luar Negeri Prancis Bernard Kouchner dalam wawancara pada Senin.

"Kita harus menghormati hasil pemilihan umum, apa pun hasilnya," katanya kepada harian "Le Figaro" seperti dikutip AFP.

"Jika Taliban nasionalis berkuasa lewat pemungutan suara dan menerima undang-undang dasar, itu urusan rakyat Afghanistan," katanya.

"Yang kami tidak bisa setuju adalah dukungan untuk jihad dunia," tambah Kouchner.

Menteri Prancis itu menambahkan "sudah pasti Afganistan akan menganut demokrasi gaya Barat", katanya.

Panitia pemilihan umum Afganistan menunda Pilpres dari April menjadi Agustus akibat masalah keamanan dan perbekalan.

Hampir tujuh tahun sesudah digulingkan dari pemerintahan, Taliban tetap gencar melancarkan perlawanan untuk menumbangkan pemerintah Presiden Hamid Karzai, yang disokong Barat.

Terdapat 70.000 tentara asing di Afganistan, yang mencoba mengalahkan perlawanan itu.

Amerika Serikat, penyokong utama Kabul, pernah menyatakan akan menambah 17.000 tentara pada musim panas ini.

Tugas di Afganistan, yang dilanda pergolakan, merupakan "ujian berat" bagi masa depan NATO, kata Perdana Menteri Kanada Stephen Harper pada ahir Februari.

"Afganistan adalah ujian berat bagi NATO," kata Harper kepada Wall Street Journal, "NATO menerima tugas Perserikatan Bangsa-Bangsa dan NATO harus berhasil atau saya berpikir bahwa masa depan NATO seperti kita tahu adalah meragukan."

Ke-26 anggota persekutuan lintas-Atlantik itu "harus bertindak bersama atau NATO tidak dapat melakukan tugas seperti ini pada masa mendatang," kata perdana menteri itu di terbitan ahir pekan laman suratkabar tersebut.

Menteri Dalam Negeri Afganistan Hanif Atmar sehari sebelumnya menyatakan 10.000 hingga 15.000 Taliban mengobarkan perang di negaranya.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009