Jakarta (ANTARA News) - Pakar bisnis Rhenald Kasali mengatakan, pejabat dan pelaku bisnis Indonesia melakukan strategi yang salah dalam menghadapi krisis global karena terlalu percaya pada data dan mengorbankan keyakinan, sehingga takut untuk melakukan perubahan.

"Krisis terjadi karena manusia resistance to change, tidak mau melakukan perubahan," kata Rhenald dalam peluncuran bukunya berjudul "Marketing In Crisis" di Jakarta, Sabtu.

Menurut Rhenald, pelaku bisnis di Indonesia cenderung panik dan reaktif terhadap data-data yang menunjukkan bahwa krisis sedang terjadi. Hal itu dapat dilihat dari beberapa pengusaha yang menghentikan investasi dan mengurangi pengeluaran.

"Hal itu membuat situasi menjadi `mandeg`, tidak ada perubahan," kata Rhenald.

Padahal, data krisis yang menjadi konsumsi publik tidak selamanya selaras dengan kenyataan. Dia mencontohkan, banyak pihak meramalkan Bali akan ditinggalkan oleh wisatawan pada akhir 2008. "Namun setelah saya kontak pelaku bisnis di sana, justru pendapatan mereka meningkat," kata Rhenald menambahkan.

Untuk itu, pria yang kerap mendapat julukan "master of change" itu mengusulkan agar pelaku bisnis di Indonesia menggabungkan data krisis dengan pengetahuan serta pengalaman di lapangan.

Pengetahuan dan pengalaman di lapangan akan melatih intuisi dan keyakinan pengusaha. Pengalaman dan intuisi sangat penting bagi pengusaha sebagai pembanding data formal yang sering dipaparkan oleh media massa dan para pengamat.

Menurut Rhenald, bekal intuisi yang digabungkan dengan pengalaman dan pertimbangan logis data formal akan membuat pelaku bisnis berani mengambil risiko dan melakukan perubahan ditengah kepanikan.

Lebih lanjut Rhenald mengatakan Indonesia sedang mengalami "Quasy Crisis" atau krisis semu. Indonesia hanya seakan-akan mengalami krisis akibat kepanikan masyarakat dan pelaku usaha setelah menyimak berbagai ulasan tentang krisis global yang berawal dari Amerika Serikat.

Seharusnya pelaku bisnis Indonesia melakukan berbagai inovasi di tengah krisis global yang bisa jadi tidak "menyerang" Indonesia itu. Rhenald menyayangkan para pelaku bisnis yang panik dan lebih menggunakan asumsi.

"Asumsi adalah ibu dari segala kekacauan," katanya menegaskan.

Dalam buku "Marketing In Crisis", Rhenald menjelaskan bahwa krisis pasti menyisakan peluang. Dia mengajak pengusaha untuk jeli mencari dan memanfaatkan peluang-peluang tersebut.

Buku setebal 206 halaman tersebut juga disertai dengan kuisioner pemantau keyakinan seseorang terhadap suatu hal. Rhenald berpendapat, semakin yakin dan semakin positif pikiran seseorang, maka semakin berani orang tersebut melakukan perubahan dalam situasi krisis.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009