Gresik (ANTARA News) - Selama kurun waktu Januari 2008-Maret 2009, korban pemutusan hubungan kerja (PHK) di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, tercatat sebanyak 759 pekerja.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Gresik, Saputro ketika dikonfirmasi, Minggu, memperkirakan angka itu naik pada periode April-Mei 2009, menyusul adanya laporan 16 kasus PHK dari sejumlah perusahaan yang diterima Disnaker.

Ia menyebutkan, pada bulan Januari tercatat enam kasus, Februari 10 kasus dengan jumlah total 10 pekerja. "Enam pekerja lainnya telah diselesaikan oleh Disnaker," katanya.

Sementara itu, kasus PHK pada tahun lalu tercatat 205 kasus dengan 749 pekerja menjadi korban PHK. Puncaknya terjadi pada bulan September 21 kasus, Oktober 28 kasus, dan November 27 kasus.

Sebelumnya, lanjut dia, pada tahun 2007, PHK mencapai 153 kasus perselisihan hubungan industrial.

Kasus PHK oleh perusahaan di Gresik, kata Saputro, kebanyakan disebabkan permasalahan kerja antara pengusaha dengan buruh, baik perselisihan hak, perselisihan kepentingan, maupun kebijakan perusahaan yang mengurangi produksi akibat ketidakmampuan keuangan di tengah dampak krisis ekonomi.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi), Muhammad Agus mengatakan, sistem "outsourcing" (pengalihluaran atau melakukan kontrak dengan perusahaan lain) oleh perusahaan yang menyebabkan posisi pekerja rawan di-PHK.

"Buntunya komunikasi antarkedua belah pihak juga salah satu pemicu terjadinya konflik perselisihan hubungan industrial hingga tahun ini. Bahkan, hingga Maret 2009 sekitar 200-an pekerja di-PHK," katanya.

Ia lantas menyebutkan sejumlah perusahaan yang telah mem-PHK pekerjanya, antara lain PT Saint, PT Rimba Jaya, PT Sanko Remaja Indonesia, PT Komutex, PT Minded Prima, PT Hari Esok Cemerlang, dan PT Krene.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gresik, Zumanto mengutarakan, pemicu permasalahan PHK di Gresik salah satunya akibat tidak puasnya pekerja terhadap kebijakan perusahaan.

Oleh karena itu, dia memandang perlu lebih meningkatkan komunikasi bipartit antara pekerja dan perusahaan. Sementara posisi anggota legislatif sebatas sebagai fasilitator.

"Kami tidak berwenang untuk mengintervensi, baik perusahaan maupun pekerja. Intinya, kalau komunikasi masih buntu bisa melibatkan Disnaker. Kalau masih buntu juga, ya, diselesaikan melalui pengadilan hubungan industrial," katanya.

Menanggapi meningkatnya kasus PHK, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Gresik, Triyandi Suprihartono mengatakan, pihaknya telah mengambil tiga langkah untuk meminimalkan jumlah kasus PHK.

Tiga langkah yang dimaksudkan itu, antara lain memperkuat konsep kerja sama bipartit, membuka lapangan kerja baru untuk menyerap tenaga kerja, dan mencari tenaga kerja terselubung untuk mencocokan antara pekerja dengan keahliannya.

"Masalahnya, selama ini banyak pekerja yang tidak sesuai keahliannya. Misalnya, lulusan sarjana tehnik bekerja di luar bidangnya,"katanya.

Dengan beberapa konsep tersebut, Apindo optimistis bisa menyerap sedikitnya 25 persen jumlah pengangguran di Gresik. "Kami optimistis sebanyak 25 ribu dari 120 ribu pengangguran bisa dipekerjakan lagi," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009