Jakarta (ANTARA News) - PT LNG Energi Utama (PT LEU) menyambut baik niat pemerintah, yang akan menunda pemberian Sales Appointment Agreement (SAA) kepada PT Donggi Senoro, sampai adanya klarifikasi mengenai keterlibatan PT LEU di dalam pembangunan kilang gas LNG Senoro dan Matindok. Sebelumnya, pemerintah, melalui Menteri Energi dan Sumbar Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, mengatakan bahwa pihaknya akan menunda pemberian SAA kepada PT Donggi Senoro, sampai permasalahan yang terjadi antara PT Donggi Senoro dan PT LEU jelas dari sisi hukum. "Kami bahkan berharap agar pemerintah meninjau ulang kontrak GSA, yang sudah ditandatangani 22 Januari 2009 silam, antara Pertamina, Medco dan PT Donggi Senoro," kata Presiden Direktur PT LNG Energi Utama, Hariyanto, dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu. PT LEU juga menyatakan bahwa pihaknya memiliki kesangggupan, baik secara teknis maupun finansial, dalam membangun kilang gas di Senoro dan Matindok. "Berikan kami kesempatan membangun kilang gas tersebut, maka kami akan membangun dengan biaya yang jauh lebih murah, dan harga gas yang jauh lebih baik dibandingkan dengan harga yang diajukan PT Donggi Senoro," tegas Hariyanto. PT LEU juga menyayangkan pernyataan sejumlah pihak, yang meragukan kemampuan LEU dalam mengembangkan kilang gas tersebut. Sebelumnya, mantan Direktur Utama Pertamina Ari Sumarno menyatakan bahwa PT LEU tidak memiliki kapasitas finansial untuk membangun kilang LNG Senoro. Ari juga sempat mengatakan bahwa PT LEU kalah dalam seleksi tender, karena tidak memiliki lisensi keuangan, sebagai syarat pembangunan kilang. Menurut Hariyanto, pernyataan Ari Sumarno adalah tidak benar. Pada saat tender, PT LEU maju sebagai konsorsium, yang terdiri dari PT LEU, Golar LNG, serta Osaka Gas Co Ltd. "Golar LNG adalah perusahaan pemilik kapal LNG terbesar di dunia, dan memiliki asset ketika itu lebih dari US$ 2 miliar, dan Golar LNG adalah juga pemegang saham terbesar dari LNG International Pty Ltd, salah satu perusahaan induk dari PT LEU," jelas Hariyanto. Dia menambahkan, Osaka Gas juga memiliki reputasi yang baik sebagai pembeli LNG di Bontang dan Arun, dan memiliki peringkat kredit ketika itu AA- dengan asset lebih dari US$ 11 miliar. PT LEU juga menyayangkan pernyataan Ari Sumarmo bahwa LNG-EU pernah terlibat pada pembangunan Kilang LNG Bontang. Menurut juru bicara PT LEU, Rikrik Rizkiyana, PT LEU didirikan khusus hanya untuk membangun, memiliki, dan mengoperasikan Kilang LNG Senoro. Mengenai pernyataan Anang Rizkani Noor, Vice President Communication Pertamina, bahwa gugatan PT LEU baru muncul setelah konsorsium Donggi-Senoro LNG terbentuk, LEU juga menyatakan bahwa hal itu tidak benar. "Perlu diingat, bahwa sebenarnya PT LEU tidak berniat untuk melibatkan Pertamina maupun Medco dalam kasus ini. Tetapi PT LEU merasa perlu untuk meluruskan beberapa hal. Gugatan dan keberatan PT LEU atas pelaksanaan tender, telah dilakukan jauh sebelum konsorsium PT Donggi Senoro LNG terbentuk," kata Rikrik. Menurutnya, PT LEU beberapa kali mengirim surat untuk mempertanyakan mengapa PT LEU tersingkir karena alasan yang salah. Namun sejauh ini tidak ada respon dari Pertamina maupun Medco. PT LEU juga ingin menanggapi pernyataan beberapa pihak yang mengatakan bahwa harga minyak ketika produksi LNG sudah dimulai dapat mencapai di atas US$ 70/bbl, sehingga harga gas bisa lebih tinggi. Seperti diberitakan di beberapa media, Pertamina melalui Anang Rizkani Noor, menyebutkan bahwa harga gas Donggi Senoro bisa mencapai lebih dari US$ 9.5, jika harga minyak di atas US$ 100/bbl. Hariyanto menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memprediksi harga minyak di masa datang. Kalaupun harga minyak memang tinggi, LEU tetap akan memberikan harga gas yang lebih baik, dibandingkan dengan PT Donggi Senoro.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009