Jakarta (ANTARA News) - Dialog Kelompok Pakar Indonesia dan Malaysia yang pada Selasa (17/3) dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membahas kesejarahan kedua negara, berakhir di Jakarta hari Rabu dengan menghasilkan 12 rekomendasi, yang mencakup peningkatan kerjasama di berbagai bidang hingga penghilangan `stereotype` (cap yang digeneralisir) tentang kedua bangsa. Ketua Kelompok Pakar (EPG-Eminent Persons Group) dari Indonesia, Try Sutrisno, mengungkapkan salah satu rumusan yang dicapai dalam dialog dua-hari itu, antara lain bahwa peristiwa saling klaim yang terjadi belakangan ini, menjadi perhatian kedua bangsa untuk menata ulang hubungan Indonesia-Malaysia. Kedua bangsa perlu meningkatkan kerjasama di bidang kebahasaan, kesasteraan, tradisi lisan, penaskahan, film, musik dan media, demikian salah satu rekomendasi yang diungkapkan Try dalam jumpa pers usai penutupan dialog EPG Indonesia-Malaysia. Rekomendasi menyebutkan bahwa upaya penyelesaian persoalan kedua negara bisa dilakukan melalui diplomasi budaya. EPG juga merekomendasikan agar Indonesia dan Malaysia menghilangkan stereotype tentang kedua bangsa. Ketika menjawab pertanyaan wartawan tentang Indonesia yang kerap dianggap oleh masyarakat Malaysia sebagai bangsa pembantu, salah satu peserta Malaysia yang mendampingi Try Sutrisno dalam jumpa pers meminta agar pers di Indonesia bisa mendudukkan secara jernih dan berimbang permasalahan tenaga kerja Indonesia di Malaysia. Prof. Dr. Haron Daud dari Institute of the Malay World of Civilization pada Universiti Kebangsaan Malaysia, melihat bahwa media di Indonesia kerap menyorot masalah majikan yang digambarkan kejam. Menurut pengamatannya, pembantu rumah tangga asal Indonesia yang datang ke Malaysia tidak semuanya bagus. "Mereka banyak menimbulkan masalah kepada majikan... Tidak sampai satu tahun, lari sehingga majikan didenda oleh pemerintah," kata Haron. Ada juga pembantu rumah tangga yang membawa pacar mereka hingga masuk ke kamar saat rumah dalam keadaan sepi karena ditinggal bekerja oleh majikannya. "Bagi yang betul-betul bisa bekerja, tentu majikan tidak masalah. Tapi kadang-kadang mencuci tidak pandai, masak tidak pandai. "Saya minta kalau terdengar hal-hal seperti itu, lihat kembali dua keadaan. Jangan langsung `menghukum` majikan kejam," kata Haron. Soal banyaknya pemberitaan bahwa majikan tidak membayar gaji pembantu rumah tangganya asal Indonesia, hal itu juga disorot Haron sebagai informasi yang tidak seimbang. "Kadang-kadang agen yang mengurus telah memungut uang sekian banyak dan dikatakan bahwa bebas gaji untuk sekian bulan. Itu yang mungkin dikatakan pembantu tidak menerima gaji. Mungkin mereka tidak diberi penjelasan tentang itu," katanya. Secara keseluruhan, Try Sutrisno mengungkapkan kegembiraannya karena dialog EPG dua negara berlangsung dengan baik dan bahwa para peserta kedua negara berbicara dengan semangat kejujuran, terbuka dan ikhlas. "Buktinya, tadi disampaikan salah seorang peserta Malaysia bahwa tanpa ada Sriwijaya tidak ada Melayu... Banyak hal-hal yang luar biasa tentang Indonesia yang disampaikan (dalam forum ini, red)," kata Try. Dialog kesejarahan yang diprakarsai oleh EPG Indonesia-Malaysia dan didukung oleh departemen luar negeri kedua negara itu menampilkan 22 pembicara dan dihadiri oleh sekitar 100 peserta yang terdiri dari sejarawan, seniman, budayawan, wartawan, serta pemerhati kedua bangsa. Rekomendasi lainnya yang dihasilkan melalui dialog dua-hari itu adalah perlunya dilanjutkan dialog serupa di Malaysia dengan cakupan masalah kebudayaan yang lebih luas; penguatan kerjasama di bidang kebudayaan; penulisan buku sejarah bersama; penelitian dan penulisan masalah perbatasan antar kedua bangsa dan pertukaran pernerbitan buku antar kedua negara dan penyusunan bibliografi. Rekomendasi juga mencakup pertukaran pelajar dan mahasiswa, lawatan sejarah serumpun, dan titian muhibah; peningkatan kerjasama media antar kedua bangsa; saling memperkenalkan studi tentang Indonesia-Malaysia di kedua negara; serta perlunya pembentukan komite untuk memonitor pelaksanaan kegiatan bersama. EPG Indonesia-Malaysia dibentuk oleh Presiden RI dan PM Malaysia pada tanggal 7 Juli 2008 di Kuala Lumpur salam rangka mempererat persaudaraan dan hubungan kedua negara. EPG Indonesia antara lain bertugas untuk melakukan pengkajian terhadap isu-isu yang mengganggu hubungan Indonesia-Malaysia serta melakukan langkah peningkatan hubungan bilateral yang lebih erat dan saling menguntungkan.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009