Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, mengabulkan permohonan pengalihan status penahanan Sekjen Komite Bangkit Indonesia (KBI), Ferry Joko Juliantono, menjadi tahanan kota di Jakarta. "Permohonan terdakwa dikabulkan," kata majelis hakim yang dipimpin, Makassau, dalam sidang dengan agenda pembacaan pledoi Ferry Joko Juliantono, di Pengadilan Negeri Jakpus, Selasa. Majelis hakim menyatakan perubahan tersebut untuk mengalihkan penahanan Ferry Joko Juliantono yang semula ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Mabes Polri menjadi tahanan kota. Pertimbangannya kata dia, terkait ada jaminan dari istrinya, Sita Kumala Dewi dan tim kuasa hukumnya. "Pertimbangannya dari istri terdakwa, Siti Kumala Dewi dan tim kuasa hukumnya," katanya. Sementara itu, majelis hakim menyatakan sidang akan dilanjutkan dengan pembacaan putusan pada 8 April 2009 mendatang. "Sidang dilanjutkan dengan pembacaan putusan pada Rabu (8/3) mendatang," kata hakim Makassau. Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Cirus Sinaga, menyatakan, tidak mempermasalahkan status terdakwa menjadi tahan kota. "Yang jelas terdakwa kan tetap ditahan," katanya. Sebelumnya dilaporkan, Sekjen Komite Bangkit Indonesia (KBI), Ferry Joko Juliantono, dituntut enam tahun penjara terkait kasus unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM yang berujung rusuh. Hal itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Cirus Sinaga, dalam sidang yang beragendakan penuntutan dengan dipimpin majelis hakim, Andi Makassau, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Seperti diketahui dalam dakwaan, Ferry Joko Juliantono, dijerat Pasal 160 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Pasal 212 jo Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP, Pasal 214 ayat 2 ke-1 jo Pasal 55 ayat (1) ke 2 KUHP, Pasal 170 ayat 2 ke 1 jo Pasal 55 ayat (1) ke 2 KUHP, dan Pasal 187 ke-1 jo Pasal 55 ayat 1 ke 2 KUHP. JPU menyatakan seluruh dakwaan yang dikenakan dalam lima pasal, sudah terpenuhi. "Semua unsur telah terpenuhi," katanya. Dalam dakwaan, terungkap bahwa terdakwa telah melakukan tindakan penghasutan dalam acara di Wisma Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), mengadakan acara konsolidasi nasional, pemuda, mahasiswa dan aktivis pergerakan. Acara itu dihadiri oleh Ketua Umum KBI, Rizal Ramli, pada 24 April 2008. "Tema pertemuan itu, Menentukan Jalan Baru Indonesia dengan jumlah peserta sekitar 500 orang," katanya. Kemudian terdakwa di Tugu Proklamasi (Tuprok) melakukan konsolidasi untuk melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM di depan Istana Merdeka. Pada 21 Mei 2008, terdakwa melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM. "Terdakwa memerintahkan untuk mendobrak berikade jika dibarikade oleh pihak kepolisian," katanya. Pada 22 Mei 2008, terdakwa menyampaikan kepada sesama aktivis melalui telepon genggam (handphone) yang menyatakan aksi di depan istana sudah cukup, dan selanjutnya melakukan dekosentrasi aksi di kampus, seperti, Universitas Nasional (Unas), Universitas Moestopo Beragama, dan Universitas Kristen (UKI). "Terdakwa memerintahkan aksi di kampus itu, tidak menggunakan atribut organisasi agar aksi mahasiswa lebih dinamis," katanya. Pada 24 Juni 2008, terjadi aksi unjuk rasa yang menentang kenaikan harga BBM, namun terdakwa tengah menghadiri acara serikat petani di China dari 17 Juni sampai 25 Juni 2008. "Terdakwa mengalihkan tanggung jawab kepada rekannya," kata JPU. Dalam aksi unjuk rasa berbuntut kerusuhan di depan Gedung DPR dan di depan Kampus Unika Atmajaya dengan membakar satu unit mobil plat merah.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009