Brisbane (ANTARA News) - Pakar politik UGM, Prof.Dr.Ichlasul Amal, memperkirakan Indonesia hanya memiliki sembilan partai politik (parpol) yang mencerminkan fragmentasi ideologi kubu Islam dan nasionalis pada Pemilu 2014 jika aturan "parliamentary threshold" sebesar 2,5 persen dijalankan secara konsisten.

"Parpol yang tidak mencapai dua setengah persen `parliamentary threshold` (ambang batas perolehan suara di DPR-RI) tidak boleh duduk di DPR. Suaranya akan diberikan ke parpol lain (yang menang). Dengan demikian, diperkirakan jumlah parpol pada 2014 hanya sembilan saja," katanya di Brisbane, Minggu.

Penerapan "parliamentary threshold" itu merupakan salah satu cara untuk mengurangi jumlah parpol yang pasti juga akan lebih memudahkan publik mengontrol kinerja parpol dan para anggota DPR sehingga perjalanan demokrasi Indonesia akan lebih sehat, katanya.

Namun Prof.Ichlasul Amal tidak menyebut parpol-parpol mana saja di antara 38 parpol nasional peserta Pemilu legislatif 9 April 2009 yang berpeluang besar menjadi sembilan parpol besar tersebut.

Berbicara dalam "Dialog Politik Menyambut Pemilu 2009" yang diselenggarakan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Universitas Queensland (UQ) (UQISA) bersama KJRI Sydney itu, ia lebih lanjut mengatakan, pengurangan jumlah parpol juga bisa dilakukan dengan merujuk pada pengalaman Korea Selatan.

Di negara itu, warga negaranya boleh mendirikan parpol baru setelah membayar dana deposit yang besar. "Uang deposit ini akan dipulangkan (pihak berwenang) kalau parpol tersebut mampu mencapai perolehan suara yang besar untuk menekan avonturisme. Sistim deposit ini efektif menekan jumlah parpol," katanya.

Menurut pakar politik yang pernah menjabat rektor UGM ini, banyaknya partai politik (parpol) peserta Pemilu 2009 dan calon anggota legislatif (caleg) yang mereka usung telah membingungkan banyak warga masyarakat dalam menentukan pilihan.

Jumlah caleg yang bersaing untuk memperebutkan 560 kursi di DPR-RI pada Pemilu legislatif 9 April mencapai 11.255 orang dengan 38 parpol peserta pemilu di tingkat nasional.

Akibatnya, persaingan ketat untuk mendulang suara rakyat sebanyak mungkin tidak hanya terjadi antarparpol tetapi juga antarcaleg dari parpol yang sama karena peluang menang caleg tidak lagi ditentukan oleh nomor urut tetapi banyaknya suara yang mereka dapat, katanya.

Acara yang berlangsung di salah satu ruang kuliah kampus UQ St.Lucia itu juga dimeriahkan dengan kehadiran artis dan presenter kondang, Dik Doank.

Artis bernama lengkap Raden Rizki Mulyawan Kertanegara Hayang Denda Kusuma ini menghibur hadirin dengan beberapa tembang karyanya, seperti "Aku dan Garudaku" dan menyampaikan seruan pribadinya kepada warga Indonesia agar menggunakan hak pilihnya pada 9 April secara benar.

Dalam pandangan Dik Doank, mereka yang tidak memilih alias "golput" adalah "orang-orang yang takut akan perubahan" padahal Indonesia membutuhkan seorang pemimpin yang punya visi dengan jejaring yang luas dan mampu membangun Indonesia menjadi negara maritim yang handal di dunia, dan punya rasa seni yang tinggi.

Dialog politik yang dipandu Akh Muzakki, mahasiswa program doktor UQ, itu antara lain dihadiri Sekretaris I Fungsi Kekonsuleran KJRI Sydney, Edy Wardoyo, Presiden UQISA Dimas Wisnu Adrianto, dan ketua KPPSLN Brisbane Cecep Setiawan.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009