Makassar (ANTARA News) - Calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)-RI asal Sulawesi Selatan, Bahar Ngitung telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Mesjid Raya Belopa, Sulsel senilai Rp3,8 miliar.

Kejaksaan Tinggi Sulsel dan Sulbar menetapkan Bahar Ngitung karena kapasitasnya selaku Direktur CV Rahmat Baitullah. Perusahaan ini bertindak selaku kontraktor pembangunan Masjid di tahun 2006 yang mengelola anggaran Rp21 miliar.

"Modusnya mulai dari mark-up anggaran, pengurangan volume pekerjaan hingga pekerjaaan tidak sesuai bestek," kata Asisten Intelijen Kejati Sulselbar, Andi Abdul Karim dalam gelar perkara (ekspose) yang dihadiri langsung Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulselbar, H Mahfud Mannan, Para Asisten dan Jaksa Fungsional di Ruang Tudang Sipulung. Mereka juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Luwu, Abdul Karim Jabbar dan Direktur PT Karya Perdana Baru, HL selaku kontraktor pembangunan masjid di tahun 2007.

Namun, tambah Mantan Kajari Parepare itu, penyelidikan pembangunan rumah ibadah di Bumi Sawerigading tersebut terus akan dikembangkan.

"Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru, hingga 10 tersangka," ungkapnya.

Kepala Seksi Ekonomi Intelijen Sulselbar, M Noor HK dalam kesempatan sama menjelaskan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulsel menemukan adanya kerugian negara untuk tahun 2006-2007 sebesar Rp2,46 miliar sedangkan di tahun 2007-2008 Rp1,1 miliar.

"Jadi totalnya sekitar Rp3,8 miliar," ujar Noor yang juga Ketua Tim Penyelidikan kasus ini.

Total anggaran pembangunan Masjid Raya Belopa, Kabupaten Luwu, Sulsel dilaporkan senilai Rp36 miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Luwu.

Berdasarkan hasil audit investigasi data dan lapangan BPKP, pembangunan Masjid Raya Belopa dilakukan secara bertahap. Tahap pertama pada 2006, dikerjakan PT Rahmat Baitullah. Kemudian pada 2007, dilanjutkan PT Karya Perdana Baru. Pembangunan Masjid Raya Belopa, Kabupaten Luwu, diduga sarat dengan indikasi mark-up.

Dalam APBD Luwu 2006 lalu sebesar Rp21 miliar, pada 2007 kembali dianggarkan dana Rp15 miliar maka total anggaran menjadi Rp36 miliar karena proyek ini tidak berjalan mulus. Akan tetapi, anggaran bertambah, sedangkan volume bangunan justru berkurang dari bestek.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009