Doha (ANTARA News) - Para pemimpin yang menghadiri pertemuan puncak tahunan Liga Arab Ke-21 mengakhiri pertemuan di ibukota Qatar, Doha, Senin, dengan pengesahan komunike akhir mengenai pernolakan bersama terhadap surat penangkapan Presiden Sudan Omar Al-Bashir, perujukan antar-Arab, dan proses perdamaian Timur Tengah.

Xinhua melaporkan, saat mengumumkan berakhirnya pertemuan puncak Doha, Sekretaris Jenderal Liga Arab Amr Moussa membacakan teks komunike akhir tersebut.

Amr Moussa mengatakan, para pemimpin Arab yang menghadiri pertemuan puncak tersebut mencapai kesepakatan mengenai penolakan atas surat penangkapan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Al-Bashir, dengan tuduhan kejahatan perang di Darfur.

Menurut dia, penangkapan para pemimpin Arab juga mendukung dilanjutkannya pembicaraan antara pemerintah Sudan dan kelompok anti-pemerintah di Darfur di bawah penengahan Qatar.

Komunike itu berarti penolakan resmi atas tuduhan kejahatan perang internasional yang diajukan ICC terhadap Al-Bashir. Penolakan tersebut diperkirakan banyak pihak setelah banyak pemimpin Arab mencela surat penangkapan ICC terhadap Al-Bashir, yang dikeluarkan pada 4 Maret.

"Kami menekankan solidaritas bagi Sudan dan penolakan kami mengenai putusan yang diambil Mahkamah Pidana Internasional," demikian antara lain isi komunike itu, sebagaimana dikutip Moussa.

Ia menyatakan, keputusan untuk menangkap Al-Bashir bertujuan merusak persatuan dan kestabilan Sudan.

PBB memperkirakan sedikitnya 300.000 orang tewas, kebanyakan akibat penyakit dan kelaparan, sejak pertempuran meletus di Darfur, Sudun barat, antara orang kulit hitam Amerika dan milisi Arab yang dituduh memiliki hubungan dengan pemerintah Sudan pada 2003.

Pemerintah Sudan membantah tuduhan PBB mengenai korban jiwa di Darfur, dan mengatakan sebanyak 100.000 tewas.



Proses perdamaian

Komunike tersebut juga menyatakan, para pemimpin Arab menyampaikan dukungan bagi rakyat Palestina menghadapi agresi Israel dan menyeru rakyat Palestina agar mewujudkan persatuan nasional.

Komunike itu mendesak Israel agar menghentikan kebijakan sepihak, mengakhiri pengepungan atas Jalur Gaza, dan menghentikan pembangunan permukiman.

Para pemimpin Arab tersebut mengatakan, perlu untuk mengidentifikasi jadwal bagi Israel guna memenuhi kewajibannya ke arah proses perdamaian, kata komunike itu.

"Kami menyerukan diakhirinya agresi Israel, diakhirinya pengepungan, dibukanya kembali tempat penyeberangan dan menekankan bahwa kami menganggap Israel bertanggung-jawab dan secara hukum dapat dikenakan hukuman atas semua kejahatan yang dilakukan," kata Moussa.

Menurut komunike tersebut, para pemimpin Arab sepakat untuk membentuk satu komite hukum guna mengupayakan hukuman atas para pemimpin Israel sehubungan dengan pemboman 22 hari Israel ke Jalur Gaza pada Desember 2008.

Lebih dari 1.300 orang Palestina tewas dalam aksi brutal itu.

Para pemimpin Arab juga menyeru masyarakat internasional agar membantu mencegah penyebaran senjata nuklir di wilayah Timur Tengah dan bekerja ke arah terbentuknya "zona bebas senjata".

Moussa mengatakan, itu akan "memaksa" Israel menandatangani kesepakatan anti-penyebaran nuklir dan membuka instalasinya bagi pemeriksaan internasional.

Israel diduga banyak pihak memiliki program senjata nuklir, tapi negara itu tak pernah mengakuinya.
(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009