Jakarta (ANTARA News) - Penjualan tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri naik sekitar 15 sampai 20 persen per bulan selama tiga bulan terakhir, sebagai dampak kebijakan pemerintah memperketat impor lima komoditas manufaktur mulai awal tahun ini.

"Dari upaya Departemen Perdagangan menata kembali masuknya (impor) kain dan pakaian jadi, ada kenaikan penjualan (TPT) domestik sekitar 15-20 persen," ujar Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Sutrisno di Jakarta, Selasa.

Pada akhir tahun lalu pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 56 Tahun 2008 yang memperketat impor lima komoditas manufaktur yaitu TPT, alas kaki, elektronik, makanan dan minuman, serta mainan anak.

Komoditas tersebut hanya boleh diimpor oleh Importir Terdaftar dan hanya boleh masuk melalui lima pelabuhan utama dan dua bandar udara.

Lima pelabuhan utama tersebut adalah Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Tanjung Mas (Semarang), Belawan (Medan), dan Makasar. Sedangkan bandara yang bisa dimasuki impor komoditas tersebut adalah Soekarno-Hatta (Banten) dan Juanda (Surabaya).

Benny menjelaskan, berdasarkan perhitungan API, pasar TPT dalam negeri rata-rata sekitar empat triliun per bulan. Namun sejak pemerintah memperketat impor TPT, penjualan TPT hasil produksi dalam negeri naik menjadi sekitar Rp 4,6 triliun sampai Rp 5 triliun.

Selain itu, diakuinya, kampanye menjelang pemilihan umum (pemilu) legislatif pada 9 April nanti turut mendongkrak penjualan TPT nasional, terutama kain untuk bendara dan kaos. "Memang betul, ada lonjakan permintaan TPT untuk bendara dan kaos, walaupun itu produk murah berupa filamen. Tapi apapun ada agregat yang bergerak di situ," ujarnya.

Namun Benny mengatakan, sebelum ada pengetatan impor yang dilakukan pemerintah, ada partai politik yang telah mengimpor kaos dari luar. Padahal, lanjut dia, dalam perhitungan API, korelasi impor 12 lusin kaos sama dengan menciptakan pemutusan hubungan kerja (PHK) satu tenaga kerja di industri TPT.

Ia berharap, kampanye pemilu calon presiden (capres) juga mampu mendongkrak permintaan TPT domestik. "Kami berharap para capres uangnya banyak untuk mendorong permintaan tekstil untuk kampanye. Mudah-mudahan pesta demokrasi mencari pemimpin negeri ini bisa bermanfaat bagi industri TPT," katanya.

Lebih jauh Benny mengingatkan, Departemen Perindustrian (Depperin) agar tidak mudah memberi rekomendasi kepada perusahaan TPT untuk menjadi importir terdaftar (IT) sebagai syarat mengimpor TPT saat ini.

API, lanjut dia, mensinyalir ada perusahaan TPT sudah tidak berproduksi yang mendapat rekomendasi IT dari Depperin, untuk melakukan impor kain.

Akibatnya, kain impor tersebut tidak diproduksi lebih lanjut menjadi pakaian jadi (garmen), tapi langsung dipasok ke pasar dalam negeri. "Kain impor yang dijual ke dalam negeri itu cukup besar," ujar Benny tanpa menyebutkan nama perusahaan tersebut.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009