menjadikan kalangan mahasiswa rumpun kesehatan untuk jadi relawan dan menyokong tenaga kesehatan
Jakarta (ANTARA) - Yayasan Lembaga Komsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah untuk melakukan langkah progresif dalam menangani penyebaran COVID-19 karena kondisinya semakin mengkhawatirkan.

"Kami meminta pemerintah segera melakukan tes massal karena  diduga data tidak mencerminkan kondisi di lapangan dan melakukan 'lockdown' secara parsial, melarang penerbangan internasional masuk Indonesia karena terbukti berkontribusi dalam peningkatan kasus COVID-19," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Anies: Jakarta perlu tutup kegiatan dari luar

Baca juga: Sahroni: segera "lockdown" Jakarta antisipasi penyebaran COVID-19

Baca juga: Kasus COVID-19 tersebar di Jakarta, DKI tidak lakukan "lockdown"


Tulus, mengatakan, pemerintah harus serius mempertimbangkan "lockdown" untuk wilayah Jabodetabek serta meminta pemerintah untuk melarang acara keramaian seperti pernikahan, hajatan dan sebagainya.

Selain itu, YLKI meminta pemerintah bersinergi dengan pihak perguruan tinggi untuk menghalau COVID-19 dan menjadikan kalangan mahasiswa rumpun kesehatan untuk jadi relawan dan menyokong tenaga kesehatan.

"Hal itu penting, mengingat tenaga kesehatan di rumah sakit, termasuk dokter kewalahan dalam menangani lonjakan pasien COVID-19," kata Tulus.

Ia menambahkan, manajemen rumah sakit swasta juga harus dibawah kendali pemerintah karena rumah sakit pemerintah sudah tidak bisa menampung luapan jumlah pasien COVID-19.

"Seperti di Italia, rumah sakit swasta di bawah kendali pemerintah, karena pasien di rumah sakit pemerintah sudah meluap. Jangan sampai ada penolakan pasien karena ini tidak manusiawi," kata Tulus.

Ia juga meminta masyarakat agar menjalankan isolasi mandiri dengan sungguh-sungguh dan melakukan jaga jarak sosial (social distancing).

"Perusahaan swasta yang merumahkan karyawannya, bila tidak mampu secara total bisa dilakukan bergantian.

Pemerintah juga melakukan pengaturan tata niaga dengan melakukan pembatasan pembelian bahan pokok, melarang melakukan ekspor masker juga cairan pembersih tangan dan memprioritaskan keperluan dalam negeri," kata Tulus.

Hingga Kamis (19/3) berdasar data yang diumumkan secara nasional, kasus COVID-19 yang terkonfirmasi positif ada 308 kasus dan dari jumlah itu, 269 kasus masih dalam perawatan, 15 pasien sembuh dan 25 orang meninggal dunia.
 

Pewarta: Edy Sujatmiko dan Mochamad Firdaus
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020