Kairo (ANTARA News/AFP) - Kelompok-kelompok Palestina yang bersaing, Fatah dan Hamas, memutuskan Kamis untuk menunda selama tiga pekan perundingan penyatuan yang ditengahi Mesir dalam upaya mempertimbangkan usulan-usulan baru, kata pejabat senior Fatah Nabil Shaath.

"Ada usulan-usulan kreatif baru dan setiap gerakan harus berunding di tingkat pemimpin," kata Shaath. "Kami memutuskan memulai lagi negosiasi nanti, antara 21 dan 26 April."

Delegasi pejabat tinggi dari kelompok Islamis Hamas dan gerakan Fatah kubu Presiden Mahmud Abbas yang didukung Barat bertemu di Kairo pada Rabu untuk memulai lagi perundingan mengenai pembentukan pemerintah persatuan.

Itu merupakan babak ketiga pertemuan antara kelompok-kelompok yang telah lama bersaing itu sejak Hamas, pemenang pemilihan umum parlemen Palestina pada 2006, menguasai Jalur Gaza setelah mengalahkan Fatah dalam pertempuran sepekan pada Juni 2007.

Fatah tetap mengendalikan Pemerintah Palestina di Tepi Barat yang dududuki Israel.

Kedua kelompok itu telah sepakat membentuk komite yang akan mengatasi perbedaan mereka dan membentuk pemerintah persatuan sementara yang akan mempersiapkan pemilihan umum awal tahun depan.

Komite itu memulai pekerjaan mereka di Kairo bulan lalu, namun perundingan ditunda setelah mereka gagal mencapai kesepakatan mengenai pemerintah baru. Hamas menekankan bahwa mereka tidak akan mematuhi perjanjian-perjanjian sebelumnya antara Pemerintah Palestina dan Israel.

Shaath menolak menyebut penghentian perundingan itu sebagai kegagalan, dengan mengatakan bahwa "itu bukan kegagalan atau keberhasilan".

Hal yang dipertaruhkan tinggi setelah perang 22 hari yang menghancurkan antara Hamas dan Israel di Jalur Gaza pada tahun baru.

Pada Maret, negara-negara donor menjanjikan bantuan 4,5 milyar dolar bagi pembangunan kembali di Gaza pada sebuah konferensi di Mesir. Namun, banyak donor yang didukung oleh pemerintah Abbas mengatakan, mereka tidak akan berurusan dengan pihak berwenang Hamas di Gaza.

Kwartet Timur Tengah -- Rusia, AS, PBB dan Uni Eropa -- mempersyaratkan urusan dengan Hamas dengan pengakuan kelompok itu terhadap Israel dan komitmen pada perjanjian-perjanjian terdahulu Palestina-Israel.

Hamas dan sejumlah kelompok kecil Palestina mengatakan bahwa hal itu tidak bisa diterima.

Kelompok pejuang garis keras Palestina itu tidak mengakui keberadaan Israel dan telah bersumpah menghancurkan negara Yahudi tersebut.

Israel, AS dan sejumlah negara Eropa menganggap Hamas sebagai sebuah organisasi teroris.

Kekerasan Israel-Hamas meletus lagi setelah gencatan senjata enam bulan yang ditengahi Mesir berakhir pada 19 Desember.

Israel membalas penembakan roket pejuang Palestina ke negara Yahudi tersebut dengan melancarkan gempuran udara besar-besaran sejak 27 Desember dan serangan darat ke Gaza dalam perang tidak sebanding yang mendapat kecaman dan kutukan dari berbagai penjuru dunia.

Jumlah korban tewas Palestina mencapai sedikitnya 1.300, termasuk lebih dari 400 anak, dan 5.300 orang cedera di Gaza sejak Israel meluncurkan ofensif terhadap Hamas pada 27 Desember.

Di pihak Israel, hanya tiga warga sipil dan 10 prajurit tewas dalam pertempuran dan serangan roket.

Pasukan Israel meninggalkan Jalur Gaza setelah daerah pesisir itu hancur akibat ofensif 22 hari. Mereka menyelesaikan penarikan pasukan dari wilayah yang dikuasai Hamas itu pada 21 Januari.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009