Surabaya (ANTARA News) - Mantan Menneg BUMN yang juga Koordinator Pimpinan Kolektif Nasional Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), Laksamana Sukardi mengatakan, di tengah krisis global saat ini, Indonesia harus mengandalkan kekayaan domestik ekonomi.

"Artinya, kebutuhan di dalam negeri harus disuplai dari produksi dalam negeri," katanya pada dialog publik "Tantangan Ekonomi, Sosial dan Politik Pasca-Pemilu 2009" yang juga menghadirkan Rektor IAIN Sunan Ampel, Prof. Dr. Nursyam, M.Si. di Surabaya, Sabtu malam.

Ia mengemukakan, hanya dengan cara itu, stabilitas ekonomi akan terjadi di Indonesia. Karena, Indonesia memiliki kekayaan berupa sumber daya alam yang melimpah. Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa Indonesia tetap miskin?.

"Kalau dibuat metafora, Indonesia itu seperti orang kaya yang uangnya di bank banyak, tapi anak-anaknya memiliki cacat mental, akhirnya uang itu habis karena ditipu orang. Walaupun Indonesia tidak cacat mental seperti itu, tapi kekayaan kita diambil orang atau ditipu," katanya menegaskan.

Ia mengemukakan contoh, kekayaan gas dan batu bara di Kalimantan. Agar memberikan banyak manfaat untuk Indonesia, kekayaan itu harus dikelola dengan cara bukan diekspor gas atau batu baranya.

"Silahkan yang membutuhkan gas dan batu bara datang ke Indonesia. Kalau, misalnya, di luar pajaknya 15 persen, kita hanya lima persen saja. Namun mereka yang mau mengeksplorasi itu harus mengelola gas dan batu bara di Indonesia. Indonesia menyediakan tanah," katanya.

Mantan politisi dari PDIP itu mengemukakan, dengan cara seperti itu, maka "ritual ekonomi" setiap tahun, yakni menaikkan pajak dan meminjam dari luar negeri itu, akan bisa dihilangkan dari kebiasaan ekonomi Indonesia.

"Kita ibaratnya menciptakan sapi perahan baru yang bisa diambil susunya. Tidak hanya mengandalkan satu sapi perahan yang sudah tua dan susunya sudah habis," katanya menambahkan.

Pada kesempatan itu, ia juga mengkritik sistem ekonomi Amerika Serikat, yakni lebih banyak mengonsumsi ketimbang memproduksi. Parahnya, hal itu juga ditiru oleh sistem ekonomi Indonesia.

"Amerika itu hidup senang dulu, baru bekerja kemudian. Sebaliknya, China susah dulu baru menikmati kemudian. Indonesia lebih parah, menikmati dulu, kerjanya nanti saja. Bahkan bekerja saja belum tentu," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009