Jakarta (ANTARA News) - Sekjen Komite Bangkit Indonesia (KBI), Ferry Joko Juliantono, divonis satu tahun penjara terkait aksi penolakkan kenaikan harga BBM yang berujung rusuh.

Hal itu terungkap dalam sidang putusan terdakwa Ferry Joko Juliantono, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu yang dipimpin hakim Makassau.

"Menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun," katanya.

Sebelumnya, Ferry Joko Juliantono dituntut enam tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU).

Dari delapan dakwaan terhadap Ferry Joko Juliantono tersebut, majelis hakim menyatakan tiga dakwaan saja diterapkan kepada terdakwa, yakni, soal penghasutan.

Ketiga pasal itu, yakni, Pasal 160 dan 160 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta Pasal Pasal 214 ayat (1) dan ayat (2) ke-1 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP.

Sedangkan untuk lima dakwaan lainnya, dinyatakan, tidak bisa dikenakan terhadap terdakwa.

Kelima dakwaan itu, yakni, Pasal 212 jo Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP, Pasal 170 ayat 2 ke 1 jo Pasal 55 ayat (1) ke 2 KUHP, dan Pasal 187 ke-1 jo Pasal 55 ayat 1 ke 2 KUHP.

Majelis hakim menyatakan yang memberatkan akibat perbuatan terdakwa, memberikan kesan kepada negara asing bahwa keadaan negara tidak kondusif dan berpengaruh pada ekonomi.

"Yang meringankan, terdakwa memiliki menanggung keluarga dan anak-anaknya," katanya.

Seusai pembacaan putusan itu, Ferry Joko Juliantono, menyatakan, itu merupakan keputusan yang terbaik.

"Langkah selanjutnya segera membicarakan dengan kuasa hukum," katanya.

Dalam persidangan itu, JPU mengatakan terdakwa telah melakukan tindakan penghasutan dalam acara di Wisma Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), mengadakan acara konsolidasi nasional, pemuda, mahasiswa dan aktivis pergeran.

Acara itu dihadiri oleh Ketua Umum KBI, Rizal Ramli, pada 24 April 2008.

"Tema pertemuan itu, Menentukan Jalan Baru Indonesia dengan jumlah peserta sekitar 500 orang," katanya.

Kemudian terdakwa di Tugu Proklamasi (Tuprok) melakukan konsolidasi untuk melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM di depan Istana Merdeka.

Pada 21 Mei 2008, terdakwa melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM di BBM. "Terdakwa memerintahkan untuk mendobrak berikade jika diberikade oleh pihak kepolisian," katanya.

22 Mei 2008, terdakwa menyampaikan kepada sesama aktivis melalui handphone menyatakan aksi di depan istana sudah cukup, dan selanjutnya melakukan dekosentrasi aksi di kampus, seperti, Universitas Nasional (Unas), Universitas Moestopo Beragama, dan Universitas Kristen (UKI).

"Terdakwa memerintahkan aksi di kampus itu, tidak menggunakan atribut organisasi agar aksi mahasiswa lebih dinamis," katanya.

Pada 24 Juni 2008, terjadi aksi unjuk rasa yang menentang kenaikan harga BBM, namun terdakwa tengah menghadiri acara serikat petani di China dari 17 Juni sampai 25 Juni 2008. "Terdakwa mengalihkan tanggung jawab kepada rekannya," kata JPU.

Dalam aksi unjuk rasa berbuntut kerusuhan di depan Gedung DPR dan di depan Kampus Unika Atmajaya dengan membakar satu unit mobil plat merah.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009