Surabaya (ANTARA News) - Buruknya wajah administrasi aparat pemerintahan di negeri ini, tercermin dari kacaunya pendistribusian logistik pemilu terutama masalah surat suara yang "nyasar" dari satu wilayah ke wilayah lain, dan itu hampir terjadi di semua daerah, tidak terkecuali Jawa Timur.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang jauh hari sudah mengendus akan terjadinya kekacauan ini, bersikap pura-pura tidak tahu. Mereka bahkan telah menyiapkan perlindungan berupa perangkat hukum melalui SK KPU Pusat Nomor 676/KPU/IV/2009 yang intinya berisi penegasan, bahwa surat suara yang tertukar, menjadi milik partai.

Keputusan sepihak yang memberi kesan bahwa KPU mau menangnya sendiri itu, tentu saja membuat berang calon legislator DPR RI Effendy Choiri asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dari daerah pemilihan X Kabupaten Gresik dan Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Effendy Choiri seusai memberikan suaranya di Gresik, Kamis, mengancam bakal memboikot hasil penghitungan suara DPR RI, karena merasa dirugikan atas tertukarnya surat suara DPR RI untuk Kabupaten Gresik.

Ia langsung memerintahkan sejumlah saksinya, agar tidak menandatangani berita acara hasil perolehan suara DPR RI untuk Kabupaten Gresik. Bahkan, Effendy bakal membawa kasus ini ke proses hukum, baik KPU sebagai pembuat kebijakan, pihak percetakan, hingga pendistribusian surat suara, dalam hal ini KPU Gresik.

"KPU harus dihukum, karena saya sebagai caleg DPR RI dari dapil X sangat dirugikan akibat tertukarnya surat suara," katanya.

Menanggapi adanya kebijakan KPU Pusat yang mengatakan surat suara DPR RI yang tertukar menjadi milik partai, Effendy menyatakan belum bisa menerima kebijakan tersebut.

"Suara itu tidak bisa sepenuhnya menjadi milik partai, karena antara suara dalam satu partai di DPR, DPRD provinsi, maupun kabupaten itu tidak sama," ujarnya berdalih.

Menurut Anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Gresik, Abdul Basyid, kebijakan itu sudah menjadi ketentuan. Surat suara DPR RI yang tertukar menjadi milik partai.

"Ini didasari pada surat keputusan KPU Pusat Nomor 676/KPU/IV/ 2009, tentang penegasan terkait permasalahan pemungutan, dan penghitungan suara kabupaten, yang intinya seluruh surat suara yang tertukar menjadi milik partai," katanya.

Basyid menjelaskan, bila pemilih mencentang seorang caleg DPR dapil X, maka suaranya dilimpahkan menjadi suara partai yang sama di dapil VII.

Sebagian surat suara DPR RI di 18 kecamatan, di Kabupaten Gresik, tertukar. Yang semestinya surat suara untuk daerah pemilihan X untuk Gresik dan Lamongan, tertukar dengan surat suara untuk daerah pemilihan VII Ponorogo, Ngawi, Pacitan, dan Magetan.


Tolak Hasil Pemilu

Kondisi lebih ekstrem ditunjukkan sebagian warga Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, yang menyatakan menolak pelaksanaan Pemilu 2009 di wilayah tersebut.

Alasan penolakan karena banyak warga Kecamatan Ketapang yang tidak terdata dalam daftar pemilih tetap (DPT), sehingga warga tidak bisa menggunakan hak suaranya.

"Sekitar 3.000 orang di Kecamatan Ketapang tidak mendapatkan undangan dan tidak terdata dalam DPT. Kalau hanya puluhan orang, mungkin kami bisa memaklumi," kata Saidi, warga Kecamatan Ketapang.

Selain tidak mendapatkan undangan, warga juga kecewa dengan pelaksanaan pemungutan suara di sebagian tempat pemungutan suara (TPS) di wilayah tersebut. Banyak TPS yang mengawali pemilihan sebelum waktunya yakni pukul 06.00 WIB

Seperti di TPS 1 Dusun Kulanjang Desa Katapang Timur. Di TPS ini pemungutan suara dimulai sebelum saksi dari masing-masing parpol tiba di lokasi TPS.

Bahkan ada surat suara terconteng lebih dahulu. "Kalau seperti ini kan namanya sudah tidak fair. Sudah ada indikasi penyimpangan," katanya.

Hal yang sama diakui Bakir, warga Desa Ketapang Barat, Kecamatan Ketapang, Sampang. Tokoh masyarakat di wilayah pantai utara Sampang ini menyatakan, jika KPU tidak ingin Sampang bergolak, sebaiknya khusus di Kecamatan Ketapang digelar pemilu ulang.

"Di sini banyak warga yang tidak memilih, itu yang perlu mendapatkan perhatian," katanya.

Selain itu yang juga perlu diperhatikan KPU adalah adanya surat suara yang tertukar antara satu wilayah dengan daerah lain.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, Abu Akhmad Dhofir Sah, menyatakan, surat suara tertukar yang sudah diconteng oleh pemilih tetap dinyatakan sah.

"Nanti yang masuk dalam hitungan adalah suara partai bukan calon legislator (caleg)," katanya.

Hal itu sesuai dengan surat edaran yang diterima KPU Sampang dari KPU pusat menyusul adanya surat suara yang tertukar dengan daerah lain.

Terkait permintaan warga untuk mengulang pemilu menyusul ditemukannya 229 surat suara terconteng di wilayah kecamatan Ketapang tersebut, Dhofir menyatakan, tidak perlu dilakukan karena sudah teratasi oleh panitia pemilu di tingkat kecamatan.


Nyasar dari Bali

Tertukarnya surat suara bukan hanya terjadi pada satu provinsi, tetapi juga antar-provinsi. Di Ngawi, Jawa Timur, puluhan surat suara DPRD Provinsi Bali, Daerah Pemilihan (Dapil) II, "nyasar" ke tempat pemungutan suara (TPS) 6 dan 7 di Desa Kalang, Kecamatan Pitu, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

Sebagian surat suara tersebut bahkan sudah dicentang dan dimasukkan ke dalam kotak suara. Di TPS 6 ditemukan 57 surat suara untuk Provinsi Bali yang telah dicentang dan dimasukkan ke dalam kotak suara, sedangkan di TPS 7, terdapat 30 surat suara.

Menurut salah seorang saksi di TPS 7, Supodo, kesalahan ini diketahui menyusul adanya seorang pemilih yang kebingungan mencari daftar nama calon legislator yang akan dipilihnya.

"Setelah dilihat lebih seksama, surat suara tertukar dengan wilayah Bali. Parahnya lagi, sudah banyak warga yang mencentang surat suara jenis yang sama dan telah masuk ke dalam kotak suara," ujarnya.

Setelah melalui berbagai pertimbangan, atas kesepakatan bersama dari pihak petugas TPS dan saksi, akhirnya surat suara untuk daerah Bali yang telanjur dicentang dan dimasukkan ke dalam kotak suara, akan dinyatakan sebagai suara tidak sah.

Sementara itu, surat suara untuk DPRD Provinsi Bali Dapil III juga menyasar di Kabupaten Ponorogo. Sedikitnya ditemukan 20 surat suara tersebut di TPS 2, Desa Poko, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo.

Beruntung, kekeliruan surat suara tersebut telah diketahui terlebih dahulu oleh panitia pemungutan suara (PPS) setempat sebelum proses pemungutan suara berlangsung, sehingga tidak sampai telanjur dicentang oleh pemilih.

Ketua PPS setempat, Anwar Rosidin, mengatakan, atas temuan tersebut pihaknya langsung melaporkan kepada panitia pemilihan kecamatan (PPK) setempat untuk ditindaklanjuti ke KPU Ponorogo.

Akibat kekeliruan surat suara tersebut sempat membuat pelaksanaan pemungutan suara molor dari waktu yang ditentukan.

"Namun setelah berkoordinasi dengan petugas yang lain dan para saksi, akhirnya pemungutan suara dimulai tanpa menunggu surat suara pengganti dari KPU karena surat suara cadangan masih cukup tersedia," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009