Bangkok (ANTARA News/AFP) - Sektor pariwisata Thailand yang tengah melesu bisa-bisa kehilangan 200 ribu pekerjanya tahun ini, demikian para pakar industri mengingatkan bahwa bentrok kekerasan jalanan di Bangkok telah membuat pembatalan kunjungan wisata besar-besaran.

Kelompok demonstran anti pemerintah yang akhir pekan lalu telah memaksa pembatalan KTT Asia dan kemudian mengalihkan perhatiannya ke ibukota, akhirnya bentrok dengan pasukan keamanan, Senin kemarin, yang berusaha menegakkan hukum darurat sipil.

Apichart Sankary, Presiden Asosiasi Biro Perjalanan Thailand, menilai tayangan-tayangan televisi yang menyebar ke seluruh dunia mengenai tentara yang memuntahkan tembakan-tembakan peringatan untuk membubarkan demonstrasi, telah membuat was-was calon wisatawan seluruh dunia.

"PHK tak bisa dihindarkan. Kita mungkin kehilangan 200 ribu pekerja tahun ini jika situasi tidak teratasi," katanya seraya mengimbau pemerintah menyelesaikan kekacuan ini sesegera mungkin.

Para turis yang terperangkap di Bangkok mengatakan, mereka sangat mengkhawatirkan keselamatan diri mereka, sementara sebagian lainnya jengkel karena pusat-pusat perbelanjaan besar ditutup gara-gara para demonstran yang loyal pada mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra telah membanjiri ibukota.

Thailand kini tidak lagi menjadi "Tanah Senyuman" seperti disebut banyak wisatawan.

Industri pariwisata Thailand menyumbang lima persen bagi total produk domestik bruto negeri itu dan mempekerjakan dua juta orang atau lebih dari tujuh persen dari total angkatan kerja Thailand.

Industri ini baru saja tertekan oleh isu wabah SARS pada 2003, tsunami Asia 2004, kudeta tahun 2006 dan penutupan dua bandara utama di Bangkok oleh satu gerakan demonstrasi yang terpisah dari demonstran sekarang.

Terus berlanjutnya ketidakstabilan akan semakin memperburuk sektor pariwisata yang sudah tertekan oleh dampak krisis keuangan global.

Bali

"Pertanyaannya adalah seberapa jauh dan seberapa lama situasi ini akan bertahan," kata Robert McIntosh, spesialis sektor perhotelan pada konsultan properti CB Richard Ellis.

Maklumat darurat sipil dan penerbitan larangan melancong (travel advisory) dari sejumlah negara bisa sangat merugikan kunjungan wisatawan internasional, kata McIntosh yang berkantor di Singapura itu kepada AFP. "Orang akan mengalihkan liburan ke tempat-tempat seperti Bali dan Vietnam."

Australia, China, Rusia dan Hongkong telah bergabung dengan pemerintah banyak negara lainnya di dunia dalam menyarankan warga mereka untuk menghindari atau setidaknya mempertimbangkan kembali berwisata ke Thailand begitu demonstrasi massa semakin brutal.

Apichart mengungkapkan, sekitar 1.000 orang yang sudah memesan kapal pesiar dari Singapura ke Thailand telah memilih bertahan di negara kota itu (Singapura) dan para calon penumpang yang berencana mengunjungi Bangkok telah diminta untuk tetap tinggal di hotel-hotel (Singapura).

"Semua mitra luar negeri kami tahu bahwa Thailand tengah bergolak...Mereka takut pada apa yang sedang terjadi," katanya.

McIntosh menyatakan, sektor pariwisata Thailand telah menunjukkan daya tahannya, namun John Koldowski dar Asosiasi Perjalanan Asia Pasific (PATA) justru menilai kerugian industri turisme Thai mungkin akan lama.

"Makin lama ketidakmenentuan itu berlangsung, makin banyak usaha yang ditutup dan makin banyak pula orang yang dipecat, tidak hanya pada industri pariwisata namun juga di lintas sektor," kata Koldowski.

Dia menyatakan, kuncinya terletak pada bagaimana memulihkan citra internasional Thailand yang rusak pada banyak bagian dan dampaknya sudah meluas, sementara upaya ini akan menyita banyak waktu.

Koldowski menyebut, sekaligus situasi sekarang bisa diatasi, tetap akan selalu ada ketakutan bahwa kekacauan seperti sekarang akan terjadi dengan cepat di masa nanti dan orang akan enggan mengunjungi Thailand karena alasan ini.

Dalam laporan terahirnya yang dipublikasikan bulan ini, Bank Dunia menyatakan perekonomian Thailand diperkirakan akan berkontraksi 2,7 persen tahun ini dari pertumbuhan 2,6 persen pada 2008. Bank Dunia juga menyatakan risiko memburuknya ekonomi bahkan bisa lebih dalam lagi, termasuk akibat ancaman ketidakstabilan politik. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009