Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terhadap Pasal 66A ayat 1 UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai yang mengatur tentang bagi hasil cukai untuk daerah penghasil cukai.

"MK menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Moh Mahfud MD dalam sidang MK dengan agenda putusan atas pengujian UU tentang Cukai terhadap UUD 1945 di Jakarta, Selasa.

MK juga menyatakan bahwa Pasal 66A ayat 1 UU tentang Cukai bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945.

Dengan demikian, pasal dimaksud tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang semua provinsi penghasil tembakau tidak dimasukkan sebagai provinsi yang berhak memperoleh alokasi cukai hasil tembakau.

"MK menetapkan agar pengalokasian dana hasil cukai tembakau untuk provinsi tembakau dipenuhi paling lambat mulai tahun anggaran 2010," kata Mahfud.

Sebelumnya, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengajukan pengujian atas UU tentang Cukai yang menetapkan bagi hasil cukai hasil tembakau hanya diberikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau (rokok), sementara penghasil tembakau tidak diberikan bagi hasil cukai.

Kuasa Hukum Pemprov NTB Andy Hadiyanto menyebutkan, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia selain dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau seharusnya juga diberikan kepada provinsi penghasil tembakau.

"Jika NTB tidak mendapat bagi hasil cukai itu maka akan kesulitan meningkatkan kualitas bahan baku, membina industri dan lingkungan sosial," kata Andy Hadiyanto.

Sebagai provinsi penghasil tembakau terbesar di Indonesia (tahun 2008 memproduksi 46.824 ton dari areal 22.824 ha), NTB merasa sangat dirugikan atas berlakunya pasal 66 A ayat (1) karena berdasar kenyataan, cukai hasil tembakau hanya diberikan kepada provinsi penghasil cukai tembakau dalam hal ini yang memiliki pabrik rokok, sedangkan NTB tidak memiliki pabrik rokok.

Tembakau jenis virginia menempati posisi sentral di Indonesia karena dominan dipakai sebagai bahan baku rokok. Dari 180 ribu ton hasil tembakau virginia, 35 ribu ton masih diimpor dan 40 ribu ton berasal dari NTB.

Namun sebagai penghasil tembakau terbesar di Indonesia, NTB tidak pernah mendapatkan bagi hasil cukai hasil tembakau karena tidak ada pabrik rokok di daerah ini.

Secara ekonomi, pemohon mengalami kerugian karena NTB tidak menerima dua persen cukai tembakau senilai Rp230 miliar yang bisa digunakan untuk program peningkatan produktivitas, kemitraan, pembinaan sosial, dan pengelolaan konservasi lahan.

Padahal, katanya, untuk pengembangan tembakau nasional sampai tahun 2020, pemerintah menempatkan secara khusus NTB sebagai penyokong tembakau virginia.

Pemohon (NTB) perkara nomor 54/PUU-VI/2008 ini meminta MK membatalkan pasal 66 A ayat (1) UU Cukai karena bertentangan dengan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.

Bunyi pasal 66 A ayat 1 UU Cukai adalah: Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar dua persen yang digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009