Jakarta (ANTARA News) - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyatakan masih membutuhkan dana 1,3-1,4 miliar dolar AS untuk membiayai proyek pembangkit listrik dalam rangka percepatan penyediaan listrik 10.000 Megawatt (MW).

"Kebutuhan dana diupayakan dari pasar uang dan perbankan," kata Wakil Dirut Utama Rudiantara, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa.

Menurut Rudiantara, kebutuhan pendanaan dalam bentuk valuta asing yang sudah dikantongi perseroan saat ini sudah mencapai sekitar 3,6 miliar dolar AS.

Status pendanaan itu terdiri atas 1,9 miliar dolar AS yang sudah ditandatangani dan sekitar 1,6-1,7 miliar dolar AS yang masih dalam proses.

"Perseroan masih harus mencari pembiayaan ke pasar sekitar 1,3 - 1,4 miliar dolar AS," katanya,

Kebutuhan dana untuk pembangunan transmisi mencapai 1 miliar dolar AS dalam valuta asing, dan dalam mata uang lokal sekitar Rp13 triliun. Sedangkan untuk pembangkit membutuhkan Rp19 triliun dan valasnya 4,9 miliar dolar AS.

"Porsi rupiah untuk pembangkit relatif tidak ada masalah karena likuiditas perbankan dalam negeri relatif masih ada. Selain itu, proyek pembangkit yang merupakan infrastruktur juga dijamin pemerintah sehingga lebih mempunyai kepastian," kata Rudiantara.

Ia menjelaskan, sumber pendanaan yang bisa dicari untuk menutupi kekurangan dana tersebut di antaranya pinjaman bank atau pasar uang. Kendati belum ada penjajakan dengan lembaga keuangan, PLN memiliki rencana mencari sisa kebutuhan dana hingga 2011.

"Kalau lebih murah (dari pasar), kenapa harus obligasi," ujarnya. PT PLN pada 2009 telah menerbitkan obligasi dalam bentuk valas dan rupiah dengan total nilai Rp1,5 triliun.

Dengan kondisi keuangan global saat ini yang dipengaruhi krisis ekonomi, PLN berprinsip mencari pembiayaan dari pasar sebesar-besarnya, murah dan cepat.

Sebelumnya, Dirut PLN Fahmi Mochtar mengatakan, PLN pada Mei 2009, segera memperoleh pinjaman sebesar 899 juta dolar AS dari China Exim Bank (Cexim) untuk membiayai pembangunan tiga PLTU yang berlokasi di Pacitan, Pelabuhan Ratu, dan Aceh. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009