Washington (ANTARA News/AFP) - Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menyatakan pihaknya "tidak akan mempermasalahkan" jika warga Palestina mencapai suatu persetujuan damai "dua negara" dengan Israel, kendati penentangannya terhadap negara Israel "yang rasis".

Pemimpin itu, dalam wawancara dengan jaringan ABC Minggu, tampak tak senang atas kegagalan Presiden Amerika Serikat Barack Obama menanggapi pesan salam darinya dan mengatakan perundingan-perundingan nuklir hanya dapat berlangsung dengan suatu agenda jelas.

Setelah mengeluarkan pernyataan anti Israel dalam konferensi rasisme yang diadakan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Jenewa, Ahmadinejad menyerang "dukungan Obama atas pembunuhan warga Gaza sebagai sokongan bagi pelaku kejahatan yang bertangggung jawab atas kebiadaban tersebut."

Tapi presiden itu yang telah sebelumnya menyerukan agar Israel "dihapuskan dari peta dunia" tampaknya memberikan dukungan bagi hak warga Palestina untuk melakukan perjanjian bagi pembentukan sebuah negara bersama dengan musuh Iran itu.

"Kami tak mempermasalahkan keputusan apa pun yang mereka buat. Kami tak akan menentukan apa pun. Keputusan apa pun yang mereka buat, kami akan mendukung itu," kata Ahmadinejad melalui seorang penerjemah dalam wawancaranya yang dibuat Rabu di Teheran.

"Kami pikir ini hak rakyat Palestina, yang bagaimanapun kami sepenuhnya perkirakan negara-negara lain juga lakukan," kata Ahmadienjad, tanpa mengatakan apakah Iran mungkin mengakui negara Yahudi itu sebagai bagian persetujuan "dua negara".

Pada kesempatan yang sama, Ahmadinejad membela pidatonya di Jenewa, yang mendorong para diplomat Eropa meninggalkan tempat pertemuan. Amerika Serikat dan Israel memboikot konferensi tersebut yang dijadikan pemimpin Iran itu sebagai tempat melancarkan serangan verbal baru atas negara Yahudi tersebut.

Ahmadinejad yang menyerang keputusan Obama karena tak menanggapi proposalnya dan kutukannya atas pidato itu mengatakan Presiden AS itu "memiliki hak untuk mempertahankan pandangannya".

"Tapi konferensi Jenewa itu telah diselenggarakan untuk memerangi rasisme, untuk menentang rasisme. Pandangan saya adalah bahwa rezim Zionis merupakan manifestasi rasisme," katanya kepada ABC.

Sementara itu, Presiden Ahmadinejad mengatakan terserah kepada AS untuk mengambil kepemimpinan dalam perundingan mengenai ambisi nuklir rezimnya.

"Hubungan Iran dan AS bergantung pada keputusan yang diambil pemerintahan AS. Tuan Obama mengirim pesan-pesan persahabatan, tapi dalam komunike itu yang dikeluarkan kelompok 5+1, kebencian terlihat," katanya merujuk kepada pembicaraan nuklir yang melibatkan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Jerman. "Jadi ini suatu rute ganda, jika Anda mau."

Setelah tiga dekade hubungan diplomatik beku, Obama menyerukan keterlibatan langsung dengan Iran atas berbagai isu-isu termasuk program nuklir, yang ditakutkan Barat menjadi tameng bagi usaha-usaha membangun sebuah bom atom.

Ahmadinejad mengatakan ia telah menerima kritik di dalam negeri karena mengirim pesan ucapan selamat atas terpilihnya Obama. "Bagaimanapun saya lakukan itu. Saya belum menerima suatu tanggapan."

Ditanya apakah Iran siap untuk berbicara dengan AS tanpa prasyarat, ia berkata, "Tidak, tidak. Hendaknya ada kerangka jelas untuk pembicaraan. Agenda itu harus jelas".

Menteri Luar Negeri Hillary Clinton mengatakan kepada pembuat keputusan AS pekan lalu bahwa AS menyiapkan "sanksi sangat keras" terhadap Iran jika langkah-langkah baru AS untuk Teheran gagal.

Awal bulan ini, Ahmadinejad mengatakan Teheran akan menawarkan paket baru kepada kekuatan-kekuatan dunia untuk pembicaraan nuklir.

"Dan kami sedang mempertimbangkan paket yang kami usulkan," katanya kepada ABC. "Kami menambahkan isu-isu baru kepada dunia, jika Anda akan melakukan pembicaraan itu. Dan kami akan mengumumkannya sesegera mungkin. Kami selalu siap untuk berbicara."

Ia menambahkan "Kami pikir bahwa kami hendaknya menyiapkan landasan sehingga semua negara dan rakyat memiliki hak yang sama. Kami siap memberi sumbangan bagi kemananan, perdamaian internasional dan persahabatan global dan perlucutan senjata global."(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009