Surabaya (ANTARA News) - Kalangan perbankan meyakini suku bunga acuan BI rate akan terkoreksi, yakni Bank Indonesia akan memangkas bunga acuan sebesar 25 basis poin atau 0,25 persen menjadi 7,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan ini.

"Saya yakin, BI tidak akan mengambil risiko dengan memangkas suku bunga lebih dari itu 0,25 persen," kata Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Jawa Timur, Herman Halim, di Surabaya, saat dihubungi ANTARA, Senin malam.

Menurut dia, saat ini BI akan lebih berhati-hati, sebab jika bunga terlalu kecil, ia khawatir para pelaku pasar akan banyak berpindah ke dolar Amerika Serikat (AS).

"Bahkan, mereka akan memindahkan investasinya ke negara lain. Hal itu bisa saja terjadi karena investasi di Indonesia dinilai sudah tidak menarik," ujarnya.

Pemangkasan suku bunga acuan, jelas dia, karena ada beberapa kondisi yang cukup mendukung BI melakukannya.

"Semisal, tren penguatan nilai rupiah dalam beberapa hari terakhir," katanya.

Nilai rupiah menurut kurs tengah BI pada tanggal 1 Mei ini menguat menjadi Rp10.655,00, dibanding dua hari sebelumnya Rp10.859,00 per dolar AS. Sementara, pada perdagangan kemarin (3/5) rupiah kembali menguat menjadi Rp10.485,00 per dolar AS.

Selain itu, lanjut dia, penguatan indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) juga membuat banyak dana masuk ke Indonesia.

"Di sisi lain, saya percaya rencana pengucuran stimulus melalui Bank Pembangunan Asia juga akan menjadi sentimen positif bagi penguatan rupiah dan indeks saham," katanya.

Ia berharap, dengan penurunan BI rate, akan ada sentimen positif yang dapat menjaga tren kenaikan harga saham. Terutama, milik emiten-emiten perbankan.

"Apalagi, hal itu bisa menjadi pertimbangan BI untuk bisa kembali memangkas suku bunga. Akan tetapi, kemungkinan penurunannya lagi tidak akan banyak berpengaruh pada suku bunga bank," katanya menjelaskan.

Kondisi ini karena, hingga sekarang kalangan perbankan akan lebih memilih untuk berhati-hati dan tidak terlalu agresif untuk meningkatkan kredit. Salah satunya, karena mereka mewaspadai peningkatan tingkat kredit macet "Non Performing Loan/NPL".

"Kini, kami masih melihat kondisi makro ekonomi dan menyediakan cadangan likuiditas agar posisi kami tetap aman," katanya.

Namun, ia memprediksi, kalangan perbankan akan memangkas suku bunga secara agresif setelah semester satu ini. Saat ini, mereka masih menunggu perkembangan stabilitas keamanan dan politik pascapemilihan Presiden 8 Juli 2009.

"Saat ini, bank akan lebih banyak berkonsolidasi secara internal dan merancang rencana ekspansi pada semester kedua," katanya.

Selain itu, lanjut dia, perbankan juga tidak akan secara terus-menerus membiarkan dananya tersimpan di SBI yang bunganya terus menurun. "Ke depan, mereka akan berupaya meningkatkannya agar catatan perolehan labanya tinggi pada akhir tahun," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009