Brisbane (ANTARA News) - Menteri Hubungan Asia negara bagian Northern Territory (NT), Christopher Bruce Burns, akan bertemu Meneg BUMN Sofyan Djalil, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, dan Dirut Garuda Emirsyah Satar di Jakarta, Jumat (8/5), untuk membicarakan penutupan kantor Garuda di Darwin.

"Dalam kunjungannya ke Jakarta itu, Pak Chris Burns didampingi penasihat dan beberapa pejabat NT," kata Sekretaris II Fungsi Pensosbud Konsulat RI Darwin Arvinanto Soeriaatmadja kepada ANTARA News, Rabu, sehubungan dengan perkembangan terbaru upaya pemerintah NT mengembalikan Garuda ke negara bagian itu.

Menteri Chris Burns dan rombongan dijadwalkan tiba di Jakarta, Kamis (7/5) sedangkan pertemuan dirinya dengan Meneg BUMN, Menhub dan dirut Garuda yang difasilitasi Konsulat RI Darwin ini berlangsung Jumat sore (8/5), katanya.

Sebelum bertemu langsung dengan para menteri terkait di Jakarta, Chris Burns berbicara dengan Meneg BUMN Sofyan Djalil lewat telepon 22 April lalu dan menyurati Dirut Garuda Emirsyah Satar, kata Arvinanto.

Dalam pernyataan persnya pada 23 April, Chris Burns pun telah menawarkan dukungan pendanaan kerja sama pemasaran Garuda di Darwin kepada pemerintah RI dan manajemen Garuda.

Tawaran tersebut bagian dari upaya serius pemerintah NT mempertahankan kehadiran maskapai penerbangan nasional Indonesia itu di Darwin. "Saya akan melakukan apa pun untuk mengembalikan Garuda ke Darwin," katanya.

Pada intinya, pihaknya berharap pemerintah RI dan manajemen Garuda mempertimbangkan kembali keputusan tentang penghentian rute penerbangan Darwin-Denpasar yang telah ada sejak 1980 itu.

"Garuda memberikan hubungan penting antara Darwin dan Indonesia, dan pemerintah Northern Territory sedang melakukan apapun untuk melihat Garuda tetap melanjutkan layanannya (di Darwin)," katanya.

Perihal keputusan penghentian operasi Garuda Indonesia di Darwin mulai 22 April itu tidak hanya mengundang keprihatinan pemerintah NT tetapi juga banyak warga Indonesia dan Australia, serta Konsul RI Darwin, Harbangan Napitupulu.

"Menurut saya, sepatutnya rute penerbangan Garuda ini jangan ditutup tetapi dikurangi dari tiga kali menjadi dua kali seminggu seperti kondisi sebelum Mei 2008," katanya.

Alasan normatif penghentian operasi maskapai penerbangan nasional yang membawa simbol kenegaraan RI dari Australia Utara itu adalah "kelesuan ekonomi" walaupun maskapai penerbangan murah Australia, Jet Star dan Virgin Blue, justru menambah frekuensi penerbangannya ke Denpasar, Bali, dari kota-kota utama negara itu.

Sejak Juni 2008 hingga sebelum ada keputusan penutupan, Garuda melayani tiga kali penerbangan Darwin-Denpasar setiap minggu dengan pesawat Boeing 737-400 berkapasitas 16 kursi kelas bisnis dan 117 kursi kelas ekonomi, yakni setiap Senin, Rabu, dan Jumat.

Pesawat itu berangkat dari Denpasar pada pukul 01.20 dinihari dan tiba di Darwin pada pukul 05.20 pagi (waktu Darwin). Kemudian pesawat yang sama kembali terbang ke Denpasar dari Bandar Udara Internasional Darwin pada pukul 07.30 waktu setempat.

Dengan adanya keputusan Garuda menutup operasinya di Darwin itu berarti sudah dua kota utama Australia yang tidak lagi diterbangi maskapai penerbangan milik negara itu setelah Brisbane sejak awal 2007.

Keputusan manajemen Garuda menutup kantornya di Darwin itu dibuat ketika Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI menargetkan kunjungan wisatawan Australia ke Indonesia sebanyak 480 ribu orang pada 2009.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009