Brisbane (ANTARA News) - Kondisi Mohamad Tahir, WNI yang mengawaki perahu pengangkut 47 orang pencari suaka asal Afghanistan yang meledak di perairan Australia 16 April lalu, sudah membaik.

Mohamad Tahir masih harus menjalani terapi pasca-operasi, untuk melatih otot-otot tangan dan kakinya di Rumah Sakit (RS) Royal Perth, Australia Barat.

"Kita (Konsulat RI Perth) terakhir menjenguk beliau sepekan lalu," kata Konsul Fungsi Pensosbud Konsulat RI di Perth, Ricky Suhendar, kepada ANTARA, Kamis.

Ricky mengatakan, dibandingkan saat pertama kali dibawa ke RS Royal Perth, kondisi Mohamad Tahir saat ini sudah jauh membaik.

Dalam peristiwa yang menewaskan lima orang itu, Tahir mengalami luka bakar serius di kedua kaki, kedua tangan, dan bagian mukanya. Selain dia, seorang WNI lainnya bernama Beni (17) juga terluka bakar dan dirawat di sebuah rumah sakit di Brisbane.

"Pada awal dia dirawat ke rumah sakit kondisi Tahir sangat mengenaskan tapi sekarang beliau sudah membaik. Menurut perawat rumah sakit yang menanganinya, kedua kaki, kedua tangan, dan bagian mukanya menderita luka bakar serius sedangkan badan tidak terlalu," katanya.

Ricky mengatakan, Tahir yang berasal dari Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur, itu mengaku bertugas sebagai juru masak di kapal pengakut pencari suaka, namun ia juga secara bergantian mengendalikan kapal dengan Beni, warga Bone, Sulsel.

Kapal kayu yang dinakhodai Mohamad Tahir dan Beni itu ditangkap kapal perang Australia, HMAS Albany, sekitar dua mil dari Pulau Karang Ashmore pada 14 April, sebelum terjadi insiden "ledakan" di kapal itu ketika dikawal HMAS Albany menuju Pulau Christmas, Australia Barat, 16 April pagi.

Kapal kayu ini merupakan kapal pengangkut migran gelap keenam yang ditangkap di perairan Australia. Hingga 5 Mei 2009, sudah 11 perahu pengangkut pencari suaka asing ditangkap aparat keamanan laut Australia atau jauh melampaui jumlah kapal yang menerobos perairan negara itu tahun lalu.

Kubu oposisi Australia menuding kebijakan pemerintah federal yang lemah sebagai akar masalah namun Perdana Menteri Kevin Rudd justru melihat "faktor-faktor keamanan global" sebagai pendorong munculnya kasus-kasus baru para pencari suaka ke Australia.

Di era pemerintahan PM John Howard, Australia menerapkan kebijakan "Solusi Pasifik", yakni para pencari suaka yang tertangkap di perairan negara itu dikirim ke Nauru.

Kebijakan ini kemudian dihapus pemerintahan PM Rudd dengan sepenuhnya memberdayakan keberadaan pusat penahanan imigrasi di Pulau Christmas. Total jumlah pencari suaka asing yang kini ditahan di Pusat Christmas diperkirakan mencapai 315 orang.

Sejak mengganasnya serbuan perahu-perahu penyelundup manusia ke Australia, sudah 23 warga Indonesia yang ditahan di Penjara Hakea Perth, Australia Barat.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009