Tokyo (ANTARA News/Reuters) - Memiliki anak itu bukan kewajiban, melainkan mesti dipandang sebagai hal yang menyenangkan, kata seorang menteri Jepang yang bertugas mengurusi masalah semakin berkurangnya angka kelahiran di Jepang.

Komentar sang menteri yang ternyata seorang ibu itu disampaikan pada Jumat untuk mengomentari pernyataan Perdana Menteri Taro Aso yang menyebutkan dia telah menyelesaikan kewajibannya membesarkan kedua anaknya.

Aso memang kemudian meralat pernyataannya itu, namun sang menteri bernama Yuko Obuchi yang merupakan menteri pertama dalam sejarah kabinet Jepang yang hamil saat bertugas, mencela pernyataan sang PM itu dalam satu jumpa pers di Tokyo.

"Memiliki anak itu sama sekali tidak berkaitan dengan kewajiban nasional.  Itu (justru) merupakan keputusan sendiri-sendiri," kata sang menteri kepada wartawan.

Obuchi, ibu seorang anak berusia setahun, mengepalai departemen yang bertugas mengampanyekan penyelesaian salah satu masalah paling sulit di Jepang yaitu enggannya orang-orang untuk mempunyai anak.

Satu laporan pemerintah yang diterbitkan minggu lalu memperkirakan bahwa jumlah penduduk usia dibawah 15 tahun jatuh ke titik terendah dalam 28 tahun menjadi 17,14 juta orang atau hanya 13,4 persen dari total populasi.

Berbarengan dengan melesaknya jumlah penduduk usia tua --di atas 65 tahun yang merupakan 22,5 persen dari total populasi-- kelangkaan bayi di negeri itu akan membuat Jepang menghadapi masalah berat berupa pembayaran gaji lebih banyak dan membumbungnya beban pembayaran untuk tunjangan kesehatan serta tanggungan pensiun.

"Kita cenderung mendengar banyak cerita mengenai betapa uletnya kita, tapi kita harus memetik pesan dari cerita itu bahwa memiliki anak adalah hal yang penuh dengan kegembiraan dan keceriaan," kata Menteri Obuchi yang berusia 35 tahun ini.

Sembilan tahun lalu, Obuchi memenangkan kursi parlemen yang sebelumnya menjadi milik ayahnya, mantan PM Keizo Obuchi, yang meninggal setelah menderita stroke semasa bertugas. Tahun lalu dia menjadi menteri termuda di Jepang era pasca Perang Dunia Kedua.

Dia mengatakan rancangan yang menyeluruh sangat diperlukan jika Jepang ingin mengatasi masalah yang membelitinya selama berdekade-dekade itu.

Salah satu solusi yang ditawarkan adalah menyelesaikan masalah-masalah fundamental seperti ketiadaan jaminan pekerjaan diantara kaum muda yang membuat mereka enggan berkeluarga, kata Obuchi.

Dia mengatakan dia ingin pemerintah menyediakan dana tambahan 3 triliun yen (30,18 miliar dolar AS) untuk membiayai jasa-jasa seperti untuk pendidikan prasekolah dan meningkatkan layanan kesehatan harian, yang bisa dibiayai dengan menambahkan 1 persen dari  pajak konsumsi.

Jika kecenderungan jumlah penduduk seperti sekarang berlanjut, maka jumlah angkatan kerja akan mengerut dan permintaan domestik jatuh sehingga pertumbuhan ekonomi tertekan menjadi 0,5 persen sampai 2030, demikian sebuah laporan yang diterbitkan Februari oleh Kadin Jepang, Keidanren. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009