Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan dalam dua bulan terakhir mulai marak penyelundupan barang dari luar negeri ke Indonesia sehingga membuat penjualan dari produksi dalam negeri tertekan.

"Satu dua bulan terakhir ini, barang selundupan ini masuk lagi. Ini menambah pusing kita, mengganggu kapasitas yang kita punya, karena impor barang-barang selundupan itu tambah banyak akhir-akhir ini," katanya di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, berbagai barang mulai dari tekstil dan produk tekstil serta produk-produk lain pendukung industri masuk ke Indonesia dari berbagai negara secara ilegal. Bahkan barang-barang tersebut, menurut dia, ada yang dijual dalam satuan kilogram (kiloan).

"Impor selundupan dari mana-mana, tadinya industri-industri itu beli dari barang-barang kita, tapi sekarang beli impor selundupan. Ini tandanya nggak benar," katanya.

Ia mencontohkan sekarang banyak tempat-tempat penjualan yang besar menjual barang asal luar negeri.

Untuk itu ia meminta pemerintah lebih ketat dalam menjaga pelabuhan-pelabuhan jangan sampai banyaknya penyelundupan tersebut menggerus produksi dalam negeri.

Saat ini produksi dalam negeri, katanya, sangat bergantung pada konsumsi dalam negeri yang saat ini masih kuat. Hal ini terlihat dari kuartal I 2009 yang diperkirakan tumbuh positif 4,5-4,8 persen, sedangkan di semester kedua diperkirakan masih sekitar 4 persen.

Ia menambahkan, dalam bulan-bulan mendatang diperkirakan semakin akan tergerus seiring dengan pertumbuhan dunia yang memburuk.

Ia pun menyatakan, meski terjadi peningkatan konsumsi pada bulan Maret bukan berarti terjadi perbaikan perekonomian, sebab peningkatan konsumsi di kendaraan bermotor dan mobil terutama karena pembayaran dividen atau bonus pada bulan Maret.

"Jadi ini insidentil, bukan recovery ekonomi," katanya.

Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Senior Miranda S Goeltom mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang masih positif ini terutama terdapat dukungan dari konsumsi dalam negeri.

Ia menambahkan, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan sekitar 3,5 - 4,5 persen merupakan sinyal positif sebab hampir semua negara di dunia diperkirakan tumbuh negatif. IMF sendiri telah merevisi pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,2 persen menjadi -1,5 persen.

"Namun optimisme ini jangan membuat kita terlena," katanya dalam sambutan pembukaan Apconex di Jakarta, Rabu.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009