Jakarta (ANTARA News) - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom menyatakan perbankan hanya mencari aman dengan tidak menurunkan suku bunga dan memberikan kredit, meski bank sentral sudah menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

"I don`t accept any attitude (saya tidak menerima perilaku) yang kurang berani ambil resiko, ingin cari aman saja," katanya di depan para bankir dalam pembukaan APCONEX di Jakarta, Rabu.

Ia memahami adanya kehati-hatian perbankan dalam mengucurkan kredit. Namun hal tersebut tidak berarti kemudian mempersulit penyaluran kredit dan tetap membuat suku bunga kredit tinggi.

Kebijakan moneter BI dengan menurunkan suku bunga secara agresif selama lima bulan ini (Januari-Mei) sebesar 200 basis poin belum direspon secara efektif. Perbankan hanya menurunkan suku bunga kredit 16 basis poin.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi juga mengecam perbankan yang sulit menurunkan suku bunganya. Ia menilai rentang suku bunga kredit dan deposito terlalu tinggi saat ini.

"Kalau lihat ya membayar deposito 6-7 persen, dia charge kita rata-rata 14-15 persen, itu terlalu tinggi, risikonya terlalu tinggi, biasanya 4-5 persen, " katanya.

Terkait dengan kritikan para bankir bahwa pengusaha juga ingin bunga tinggi ketika menyimpan dananya, ia mengatakan, hal itu karena terdapat alat investasi lain seperti SUN dan Sukuk yang memiliki suku bunga 10 sampai 12 persen.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Kebijakan Publik, Pajak dan Fiskal, Hariyadi Sukamdani, mengkritik bank besar yang sulit mengucurkan kredit, bahkan terdapat bank besar yang hanya menyalurkan sekitar 50 persen dari dana pihak ketiga.

Direktur Utama Bank BNI Gatot M Suwondo mengatakan, kesulitan bank menurunkan suku bunga antara lain karena simpanan yang di atas Rp2 miliar yang tidak dijamin LPS, komposisinya masih tinggi mencapai sekitar 40 persen dari seluruh dana masyarakat di bank yang berjumlah Rp1.700 triliun.

"Ini yang mudah berpindah tempat, jadi kita juga sulit menurunkan suku bunga deposito. Kita juga pengusaha mencari laba," katanya. Ia menambahkan bunga deposito kelas kakap di BNI sekitar 10 persen.

Wakil Presiden Direktur Bank BCA Jahja Seetiaatmadja mengatakan, tingginya bunga deposito tersebut akibat dari adanya persaingan dengan surat berharga pemerintah yang memiliki suku bunga 10 sampai 12 persen.

"Ini yang sulit bagi kita," katanya. Ia menambahkan saat ini bunga depsoito tertingginya sudah 8,25 persen.

Terkait dengan penyaluran kredit BCA yang hanya 50 persen dari dana simpanan pihak ketiga, menurut dia, pihaknya menyalurkannya ke dalam surat utang negara yang juga merupakan alat untuk mendorong perekonomian melalui pemerintah.

Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengungkapkan, dalam situasi seperti ini maka dibuthkan saling berbagi beban sehingga tidak saling menyalahkan.

"Kita diminta turunkan suku bunga, tapi BI juga harus membuat kebijakan procycle yang sesuai dengan kondisi perekonomian saat ini, begitupula dengan pengusaha, jangan hanya maunya suku bunga rendah tapi minta deposito tinggi," katanya.

Pengusaha Muda


Sementara itu, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Erwin Aksa mengeluhkan sulitnya pengusaha baru untuk mengambil kredit dari perbankan.

"Pengusaha muda sulit mendapatkan kredit perbankan, dan ini menjadi kendala kita untuk berkembang," katanya.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D Hadad mengatakan agar bank lebih pro aktif dalam mencari informasi terkait potensi kredit.

"Saya pikir komunikasi itu penting, jadi bank harus pro aktif mencari informasi," katanya.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009